Tampilkan postingan dengan label My Love Ship. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label My Love Ship. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 12 November 2016

Dari Hujan, Untuk Segelas Kopi

I know that we can't be more than what we have now, so I pray for your happiness, may God bless you and your heart. I've choose my own happiness already, so no need to be worry. Also, thank you. After all, we had a great time. :)

Jumat, 11 November 2016

Thank You

Thank you
for
saving me
right when I think that
I can't
survive.

Thank you
for
staying here
right when
I'm on my
deepest failure.

And thank you
for
making me yours
right when I think that
I have nobody
to lose.

Jumat, 28 Oktober 2016

"Coba Dulu, Sebentar Saja, Ya?"

Hei, kemarilah. Sebentar saja, aku tak minta lama.
Hanya satu kedipan mata, ditambah satu helaan partikel udara.
Coba dulu, sebentar saja, ya?
Mendekatlah, pakai sepatu usangku sejenak.
Sudah?

Itu, yang kamu tatap sekarang,
adalah semua hal menyakitkan yang selalu singgah di mata,
bahkan membuat perih hingga ke jiwa.

Dan di sebelah sana, agak ke bawah sedikit saja,
adalah betapa sukarnya aku menahan rasa,
berusaha menutupi rasa pedih di balik riuhnya tawa.

Bergeser ke sebelah kiri,
adalah bagaimana aku berpura-pura sepanjang hari,
seakan aku tidak sedetikpun merasa cemburu sama sekali.

Serta di bagian sini, tepat di depanmu kini,
merupakan ketakutan tak wajar yang selalu menghantui,
juga rasa pahit pada setiap tarikan nafas dalam diri,
sebagai efek samping karena telah menelan semua kebodohan yang menjadi-jadi.

Tunggu, kenapa lidahmu jadi kelu begitu?
Tahanlah sebentar lagi, sayangku,
baru setengah dari benteng pertahananku yang kamu tahu,
masih banyak yang perlu kamu pelajari tentang strategiku.

Mari, naik ke sebelah timur,
tidak, kita tidak akan terlalu lama disini, sungguh,
hanya butuh sedetik untukmu menyadari bahwa di setiap waktu,
senyatanya aku memalsukan senyuman di hadapanmu.

Kini, dengan sepatu lusuhku, cobalah berlari ke seberang sana.
Ah, ya, tentu saja tak akan muat,
dan sekarang tumitmu justru membiru karena kita tidak akan pernah sama.

Bagaimanapun juga, beginilah rasanya menjadi aku dengan sepatu itu di setiap harinya.
Darah di kaki ini begitu menyakitkan, perih, dan membuat luka,
hingga aku terisak di balik bantal tak berbusa.
Tapi kamu, sayang,
tak pernah sekalipun peduli, malah berbalik dan berjalan keluar begitu saja.
Dan aku menjadi semakin benci pada diri sendiri, karena masih merasakan cinta dengan gilanya.

Hingga kuberanikan diri untuk keluar dari bui hati,
dengan niat membuang semua memori tak berarti.
Namun di balik pintu, kutemukan kertas dengan tulisan tanganmu begitu rapi,
yang seakan berkata lirih,
"Sayang, dunia ini begitu ngeri dan keji jika kamu hanya sendiri,
jadi lepas dan buang saja sepatu sempitmu ke kali,
dan lompatlah menaiki punggung ini.
Akan kubawa kamu kemanapun kau ingin hingga kita ringkih nanti..."

Sabtu, 25 Juni 2016

Hapus Saja

Tanggal ini akhirnya datang juga.
Satu dari dua tanggal yang paling ingin aku hapus dari kalender. Tentu kau tahu, tanggal ulang tahunmu adalah salah satunya.

Tapi 26 Juni inilah yang benar-benar membuatku kalang kabut.
Aku sudah mempersiapkan diri sejak lama. Bahkan memutuskan, aku ingin mati rasa saja. Tapi dengan indahnya kamu datang satu minggu lalu, berkata, 'Hai, sepertinya aku rindu.'

Bodoh.
Kamu pikir aku tidak? Kamu pikir aku bagaimana satu tahun belakangan ini? Senang-senang kamu lepaskan? Tertawa bahagia kamu tinggalkan? Tampaknya malah kamu lah yang bertingkah seakan begitu mudahnya untuk lupa. Tapi kamu selalu menyangkal.

Biar ku beritahu. Perempuan yang dirundung rindu dan biru, bisa dengan sekedip mata tahu. Tidak perlu enam puluh menit untuk aku tahu, kamu sudah banyak menemukan yang baru. Semakin kamu mengelak, semakin busuk hal yang kudapat.

Lucu, bagaimana kamu selalu berkata bahwa aku terlihat lebih bahagia. Lebih lucu lagi, aku yang berusaha mencari kebahagiaan dengan orang-orang lain. Memaksa wajah untuk memasang raut bahagia di kala terang, lalu ketika gelap datang, tanpa paksaan semua emosi tumpah tanpa ada yang sadari.

Aku yang menahan diri agar tidak pergi dari orang yang salah, hanya karena aku tidak mau sendirian. Aku yang menguatkan hati agar mau membuka diri lagi, hanya karena aku tidak mau terlihat lemah di depanmu. Seperti boneka, aku hanya menurut apa yang mereka arahkan. Mereka bilang aku harus berkomitmen demi melupakanmu, dan aku hanya mengangguk datar tanpa segaris ekspresipun.

Sekarang, setelah kau baca sampah ini, sudah terlihatkah, siapa yang lemah karena tak bisa membuang perasaan yang masih sama sejak awal dua tahun lalu? Siapa yang jahat karena menyakiti perasaan orang lain demi ketakutan akan kesendirian? Siapa yang selalu di ujung pelupuk mata?

Aku akui, setidaknya satu tahun lalu adalah tahun paling membahagiakan seumur aku hidup. Tapi tolong, buang saja tanggal kita jika kamu memang datang hanya untuk singgah dan bukan untuk kembali menetap.

Hapus saja.

Aku tak kuat lagi.

Minggu, 05 Juli 2015

Menunggu Ksatria Pulang

Ksatria,
kadang, aku tak tahu apa yang aku mau.

Aku mau kamu, sudah jelas.

Tapi dalam keadaan yang menyulitkan ini, aku sendiri merasa bodoh.

Dalam kesesakan dan air mata, aku berteriak dengan amarah;
"Hapus semua tentangku! Hapus nama ku! Hapus file-file berisi aku!"
Dalam kerinduan hati aku berbisik lirih;
"Jangan.. jangan dihapus. Jangan pergi. Jangan lupakan semua. Jangan tinggalkan aku.."

Ksatria,
maafkan aku. Aku yang dulu selalu ingin pergi. Aku yang selalu mengedepankan perasaanku dan mendepak perasaanmu. Maafkan aku yang hingga sekarang masih terlampau sayang..
Sejujurnya, yang ingin kukatakan hanya;
"Ksatria, jangan pergi, aku takut sendiri."

Ksatria,
andai kamu tahu betapa beratnya untukku menghapus semua itu. Betapa sulitnya meredam tangis dan teriakan penuh luapan emosi. Betapa sukarnya menguatkan diri, sadar bahwa tidak akan ada lagi kamu di hidupku..
Di saat kamu makin mantap dan yakin bahwa bukan aku lagi yang mengisi hatimu,
aku,
malah semakin mantap dan yakin,
kamulah orangnya.

Ksatria,
harapanku masih sama.
Masih ingin bangun di satu pagi yang cerah, dengan pesanmu di teleponku.
Dengan ucapan sayang.
Dengan makian manja.
Dan tertawa bersama, menyadari bahwa pisahnya kita hanya mimpiku belaka.

Ksatria,
aku masih belum ikhlas.
Aku masih belum rela.
Terlalu berat, terlalu rumit.. Perasaanku tidak sebercanda itu.

Aku, memang sebegini ringkihnya.. sebegini menyedihkannya..
Tapi aku makin sekarat tanpa kamu.

Aku harus apa?

Aku masih menunggu kamu pulang. Menunggu kamu kembali dari peperangan yang terjadi begitu hebatnya, di dalam duniamu sendiri. Menunggumu kembali masuk ke dunia kita bersama.

Aku masih ingin melihatmu.
Masih ingin menyentuh.
Mengusap hangat pipimu.
Menarik kecil ujung rambutmu.
Menggandeng tanganmu erat.

Ksatria,
kamu akan pulang, kan?

Aku akan menunggu, meskipun sakitku sudah akan mengambilku.
Aku akan menunggu, meskipun saat kamu pulang nanti, aku sudah berada di bawah nisan.

Jangan pergi. Aku takut sendiri..

Ksatria,
kamu akan pulang, kan?

Rabu, 01 Juli 2015

Ingin

Aku ingin terpejam saja
Tanpa harus melihat barisan huruf itu merangkai namamu
Aku ingin terpejam saja
Tanpa perlu aku berhadap muka dengan sosokmu

Aku ingin terbenam saja
Sehingga tak harus menyesap segenap aroma tubuhmu
Aku ingin terbenam saja
Sehingga tak harus mendengar mereka berucap sepatahpun tentangmu

Aku ingin tenggelam saja
Agar rasa kasih ini mati kehabisan nafas
Aku ingin tenggelam saja
Agar kenangan lalu terkubur jatuh jauh ke dasar

Aku ingin meredam saja
Berhenti berangan tentang keabadian
Aku ingin meredam saja
Berhenti bermimpi tentang masa depan

Aku ingin terpejam
Aku ingin terbenam
Aku ingin tenggelam
Aku ingin meredam

Tapi sial,
perasaanku terpaku begitu dalam.

Selasa, 30 Juni 2015

Sama.

Ketika mengingatmu, aku jadi seringkali menyesal.
Menyesal karena kamu yang terlalu tidak sabar untuk menunggu, terlalu terburu-buru untuk pergi. Atau hanya sekedar menyesal, tidak mengucapkan selamat tinggal lebih awal.

Yang pada akhirnya membuat aku semakin terjerumus. Jauh. Terlampau dalam.
Ke dalam pusaran 'kita' yang tak kunjung berhenti menyedot ingatan sampai suara rongga udara terdengar ketika semuanya sudah habis terserap kehampaan diri.

Kamu memang tidak pernah tahu sedih dan perihnya semua ini seperti apa.
Yang kamu tahu hanyalah;
kamu salah,
aku luka,
dan sudah.

Aku terus memutar ulang sesuatu yang sebenarnya tak ingin kubongkar lagi. Seperti kucing dalam karung yang meraung ingin lepas bebas keluar, mengharapkan limpah ruah oksigen dibanding pengapnya kelusuhan yang mengurung.

Semua yang kurasa sudah, cukup, berakhir, dan kubuang jauh ke dasar, seketika meluap bagai lahar panas gunung berapi. Meletus begitu saja, mendadak menguap mencari perhatian, tak mau terlupakan, panas menyecar ke dalam hati dan membuatnya jadi naik tergenang di pelupuk mata.

Sulit mengungkapkan bagaimana semua itu terus-terusan ingin diperhatikan, ingin dikuak kembali, ingin diingat, lagi, dan lagi.

Aku tidak tahu harus menulis apa. Yang mana, bagian apa lagi? Kurasa cukup mudah untukmu menebak apa yang aku pikirkan.

Jujur, lelah otakku bekerja mengakali semua kejadian yang tak mau aku anggap benar adanya ini. Terlalu malas untuk kembali didorong masa lalu dan terus tak jelas melambung-lambung di atas trampolin. Selalu kembali, selalu kamu yang memulai, selalu kamu yang tak ingin menyudahi.. tapi terlanjur sampai di titik ini. Dan kamu berusaha untuk menyudahi dengan cara.. melupakan dan minta dilupakan.

Yakinkah bisa?

Kamu dan otakmu yang kontra.
Kamu dan hatimu yang pro. Yang selalu mengelak ketika senyatanya jawabanmu adalah setuju.
Kamu yang selalu mendasari semua dengan otak. Logika. Pahit.
Berpikir keras mencari jalan agar bisa menang mutlak atas apa yang ingin hatimu lakukan, tapi sering kali kamu hanya terjun ke dalam pusaran kegagalan. Lagi-lagi.
Batinmu.

Aku kesal, kadang marah dan benci, pada diriku sendiri. Jujur, aku selalu nampak bodoh dalam masalah ini. Selalu bisa luluh dengan semua kepolosanmu. Entah benar atau tidaknya, aku pun meragu.
Ragu karena sebenarnya mau. Tapi takut.
Takut karena aku tahu kamu.
Bagaimana kamu..
Seperti apa kamu..
Aku tahu.

Perasaanmu yang mengalahkan ringannya kapas terombang-ambing di udara bersama tujuan yang entah kemana.
Membuatku merasa harus benar-benar waspada atas apa yang kamu lontarkan.
Tentang perasaanmu yang katanya begitu nyata, tulus, dan pasti. Terhadapku.

Aku tak mau mati menyesal hanya karena terlambat mengucapkan apa yang ingin aku ucapkan, mengetahui apa yang tidak aku ketahui, menyadari apa yang seharusnya aku sadari. Aku sama sekali tidak peduli dengan sikap menghindarmu, juga akan ketuk palu penolakanmu. Sungguh tak peduli. Meskipun sebenarnya ada rasa takut kalau pada akhirnya aku lagi yang kembali harus menelan kepahitan.

Apakah kita yang serumit drama? Atau drama yang menyamai kerumitan kita? Kembalinya memori tentang 'dulu' yang ada 'kita' di dalamnya sudah cukup membuatku mual untuk mengingat semua rasa yang pernah dikecap. Ulasan tentang satu kata yang bisa menyedot kembali aku ke dalam lubang waktu yang berlari mundur mengekor alur.

Aku ingat semua, jangan khawatir. Aku hanya berusaha tidak ingat. Bukan tidak mau ingat, tapi terus-terusan teringat akan kamu membuat otakku diketuk-ketuk sampai pecah oleh pertanyaan 'kenapa' yang menusuk.

Mengingatnya membuat semua terasa berat. Lelah. Padahal aku bukan kura-kura, tapi aku seakan menggendong cangkang kosong yang isinya berusaha aku tarik keluar.
Namun tetap saja.
Cangkang kosong.

Cangkang yang pernah dipenuhi angan dan mimpi, rasa sakit bercampur kenyataan yang pahit, egoisme menyatu dengan kebebasan, padunya cinta dan dunia nyata, reaksi dari segala suasana hati dan pikiran, juga ingatan yang selalu terulang-ulang inti ceritanya, menggulung-gulung di ruang cangkang tanpa udara.
Tanpa mau dilupakan.
Tanpa mau dibuang.
Tanpa setitikpun bentuk, tapi padat maknanya. Membuat semuanya terasa lamban dipikul, padahal sudah sekuat tenaga kupaksa berlari kabur.

Kalau kamu mau, bisa kutulis semua keluh kesahku atau segala yang berkaitan dengan 'dulu' milik kita, jangan cemas. Aku bisa menulis itu semua. Percaya atau tidak, semua yang kuucap menjadi kenyataan.

Kamu selalu bisa membuka pintu ini dengan mudah, padahal sudah dikunci sangat rapat.
Memberi efek reaksi yang sama, padahal sudah kadaluarsa.
Mencairkan dengan sinar hangat yang sama, padahal sudah lama beku.
Menerbangkan kabut tebal dengan sekali hembus.
Membuka celah untuk kelegaan bagi ruang sesak yang suram.

Seperti membangkitkan kembali detak jantung yang hampir berhenti, dengan irama yang sama, ketukan yang sama, tak pernah berubah, walau sudah divonis akan mati dan tak bisa diharapkan lagi. Tentu kamu mengerti maksudku, kan?

Aku bingung.

Sebenarnya di antara kita, siapa yang salah?

Dengan semua kejadian yang tidak pernah ada habisnya ini, aku selalu merasa kita berdua adalah dua orang bodoh yang selalu mengikat kuat perasaan, saling tarik dan menarik, tapi tak kunjung kendur. Keduanya memang sangat bodoh dan keras kepala. Saling tidak mau melepas apa yang mereka jalin. Tidak mau keluar dari jalur dan kecipratan caci maki alam semesta. Dua manusia bodoh yang sama-sama mengaku cinta, tapi enggan menyatu. Enggan beranjak memecah balon-balon zona yang sedang nyaman-nyamannya menjadi bulat. Padahal dua orang bodoh itu berdiri berseberangan, dalam pijakan kaki lurus sejajar, mengurung diri dalam sangkar tanpa jeruji.

Bodoh.

Dunia memang kejam kalau sudah mencibir. Melecehkan ungkapan yang telah terlontar dari mulutmu. Jika kau tahu apa maksudku.. ya.. prinsipmu itu.
Terlalu kelu lidahmu untuk mengatakan bahwa sejujurnya memang kamu kadang memiliki harapan yang besar untuk kembali. Tapi kukuhmu tak membiarkan itu. Seolah menentang garis lurus yang tak boleh jadi bengkok seinci pun.
Kamu memang tidak pernah mau mengaku. Tapi aku tahu kamu juga menyesal. Menahan sesak dan mencoba lupa. Menguatkan diri untuk tetap bertingkah mulus tanpa cacat. Tapi bayanganku ada di belakang, dan kamu selalu menoleh untuk itu. Tanpa harus berkelok pun sebenarnya kamu bisa. Tapi martabatmu bagai memberi lampu sorot dari arah depan, mengajakmu secara kasat untuk berhenti menggunakan hati untukku.

Kembali ke dua orang bodoh yang sama-sama menyiksa diri. Giliran aku yang juga tak ingin kalah.
Benar adanya ingin membuktikan bahwa aku bisa, maju, tanpamu. Seolah aku bisa apapun tanpa kamu tuntun. Sayangnya.. tak bisa.

Yang ada, aku hanya menyiksa diri sendiri. Bagai mayat hidup, yang bisa kulakukan hanya diam dan menangis. Hanya menatap kosong ke arah yang tak ku tahu pasti. Membiarkan air mata terus jatuh, tanpa isakan, tanpa teriakan. hanya diam, menatap hampa, dan dari pelupuk mengalir deras, terus hingga kini.


Iya.
Ucapan yang menjadi kenyataan itu adalah kamu, dengan keberadaanmu itu. Kamu memang berbeda. Jauh dari semua rasa yang pernah aku cicipi. Semua panorama yang pernah aku tatap. Semua wujud yang pernah aku sentuh. Semua wewangian yang pernah aku hirup.
Kamu berbeda, jauh berbeda, dari semua hati yang pernah aku kasihi.


Cintaku?

Tak berbentuk dan tak berwujud. Begitu saja mengalir bolak-balik menyusuri arus pikiranku. Kamu itu apa, aku tidak tahu. Yang aku tahu hanya kamu memang benar hanya satu. Entah bagaimana aku harus menggambarkannya.. kamu seperti gumpalan yang bisa berubah ujud tiap saat. Detik ini datang membuat senangku meluap, berikutnya pergi membawa hati ini berurai.
Lebih rumit sampai tak terdeskripsikan.
Lebih mudah sampai bingung mau mendeskripsikan yang mana.

Menarik, ya? Mengulas kembali sesuatu yang dianggap sudah mati, padahal belum satu nafas pun yang ia lewati.

Aku tahu sekarang kamu sedang terkejut membaca ini.
Mungkin setuju.
Malu.
Mungkin tahu.
Mungkun mengiyakan seratus persen benar adanya.
Atau malah mungkin merasa tersinggung.
Sinis.
Merasa tidak seperti itu.
Dan mungkin terkuak rasa tidak setuju.

Semuanya terserah padamu.
Apa yang aku rasa, aku lihat, aku dengar, semuanya melemparkan serpihan-serpihan isyarat itu.
Satu persatu muncul dan terlintas begitu saja.

Maaf kalau semua yang aku tahu dan aku rasa tidak selaras dengan apa yang kamu tahu dan kamu rasa.

Tapi kukira..... sedikit banyaknya, kita sama.

Rabu, 03 Juni 2015

26

So, there was this 'someone' and 'anonymous' person who ask me;

"Laki-laki kayak gimana yang susah ditemuin di jaman sekarang ini?"

---

Kayak Satriya.
Hahahahahahahaha oke baiklah first of all, he's mine. So of course that'd be a reason, too.
Tapi banyak alasan lain *caelaaah*.

Actually, susah cari cowok yang kalo ngambek atau lagi marahan tuh dia minta waktu buat menyendiri dulu. Terus dia diem. Kalo udahan marahnya, udah sama-sama tenang, baru dia nongol lagi. Ngajak ngobrol. Minta maaf even sebenernya bukan dia yang salah (kayak pernah berantem yang gak penting cuma karena aku emosi efek pms jadi segala dimasalahin). Dia minta maaf itu bikin aku sendiri gak enak ke dia, jadi aku minta maaf juga. Jadi maaf-maafan. Manja-manjaan lagi deh. Senangnyaaa~

Susah cari cowok yang kalo aku kasih tau, dia mikirin omongan aku, bukannya ngebales ngomong tanpa mikir panjang dulu.

Tapi paling susah cari cowok yang semarah-marahnya dia, dia masih lebih mikirin 'KITA' dan aku sebagai pasangannya daripada dirinya sendiri. Gosh.

---

You know, like, kalo pacarku udah marah, ngeri nya bukan main. Serem. PARAH.
Kemarin-kemarin aja aku gak ngomong berhari-hari sama mamaku. Jadi mamaku becanda soal dia gitu. Aku cerita lah ya. Terus dia jadi sakit hati gitu.. topik becandaan mamaku simple sih. Aku keterima kuliah di UPI. Like you know UPI itu segede apaaa dan jalanannya naik turun melingkar-lingkar dan gak bisa naik kendaraan sampe dalem, cuma boleh sampe parkiran. Kemarin aku semacam survey gitu ke kampus. Pulangnya aku ngeluh.
"Ma, capek. Turun angkot di ujung atas, taunya gedung fakultasku dibawah. Gimana nanti.."
"Ntar-ntar cari pacar anak UPI lah biar terjamin."
Maksud mamaku kan simple, biar ada yang anter jemput sama megangin aku gitu. Becanda sih, gak lama kita ketawa aja. Nah aku cerita ke Satriya.
Dianya sakit hati :(
"Ya aku mah apa atuh, megangin kamu setaun paling cuma sekali, ketemu jarang, jagain kamu jarang, gak bisa nemenin kemana-mana, bener kata mama kamu, aku ikhlas kok diduain, asal kamu seneng dan kamu masih sama aku."
EBUSET GAK TUH. SEUMUR-UMUR BARU DIA YANG NGOMONG GITU HUHU.

Terharu sih. Kok rela bener tersakiti demi gue doang..
Merasa bersalah juga karena mamaku ngomong gitu.
Mamaku sampe minta maaf.
Aku minta maaf berkali-kali juga. Terus ya aku agak gimana gitu sama mamaku, karena jadi berantem parah banget sama Satriya. Ya tapi sekarang udah baikan lagi semuanya yeay!

Itulah yang aku maksud dia mentingin 'KITA' dan aku sebagai pacarnya. Sedih kalo diinget-inget. :(

---

Kalo lagi berantem dan kita beda pendapat, aku tau sebenernya dia tuh ngeiyain, tapi dia nyangkal. Mungkin karena lagi emosi, jadi sama-sama ego. Jadi terus aja bales-balesan chat tuh marah-marah.
Until in the end, dia cuma ngeread chat ku aja.
Disitu aku tau, dia lagi mikir, lagi nenangin diri dan ngeredam emosi.

---

It's both a bless and also a curse for being his lover. I don't know how can I love him this much. But as the time goes by, we both realized that we need each other, badly. Dan dia kayak copy an aku secara nyata.

Sama-sama keras. *lah, ambigu, ini kalo doi baca pasti ngakak*
Sama-sama baper.
Tukang marah.
Pundungan.

Tapi sebisa mungkin aku dan dia selalu ada alasan untuk bertahan. Stay, in each other.

---

Pernah, tahun kemarin, sekitar bulan-bulan akhir 2014, kita putus sebentar. I swear I won't let him go again. Gak enak. Sepi, cuma bisa nunggu di timeline kali aja dia nongol. Cuma bisa liatin screenshot lucu dan sweetnya dia. Cuma bisa sedih..

Dan taunya dia juga sama.
'Gak ada yang manggil aku gendut lagi,' katanya.
Gak ada yang ngambek-ngambekin.

Then we knew that we shouldn't do that. Terus yaudah, kita balikan, setelah ngeberesin masalah pelik.

---

Ada lagi yang bikin dia masuk kategori 'susah dicari jaman sekarang'.
Look at this:

Itu ceritanya aku lagi ngambek. Tapi langsung melting. Hehehe.
Udah paling gak bisa marah kalo dia manja-manja gitu. Udah, ambil aja hayati, mas..

And this, yang ini kemarin siang pas dia aku suruh tidur:
Sejujurnya aku males ngetik balesan soalnya lagi nonton dan di lantai bawah gak ada sinyal. Jadi kupikir yaudalah. Eeehhh dia nya protes love you nya ga dibales.. Siapa yang nggak makin love sih :')

That's it. Manjanya, susah dicari. Jangankan di chat. In person, kalo lagi ketemu, kerjaannya cubitin idungku, toel-toel, rambutku diselipin ke belakang telinga, pas nonton mepet-mepet. Gemes :')

---

Ketika kamu lelah, coba pikirkan berapa banyak usaha yang sudah kamu lalui untuk sampai sejauh ini.

BENER BANGET BOR!

Intinya.
Kalo sayang.. semarah apapun kamu, kamu akan selalu punya at least one thing yang bikin kamu kuat untuk bertahan, mengalah, bersabar, dan memaafkan.

---

Oiya, tanggal 26 Juni ini, mau setaunan. Semoga terus-terusan. Hehe. Maaf blog saya jadi blog rasa diary.

---

And one last thing..
If you know my boyfriend, just please tell him that I really love him this much.

Kamis, 19 Februari 2015

Ganjil

1. cintaku yang besar, cintaku yang tulus,
2. telah hilang, menguap, dan kini rasa benciku
3. berkembang setiap hari. ketika melihatmu,
4. aku tak ingin lagi melihat wajahmu sedikitpun.
5. satu hal yang sungguh ingin aku lakukan adalah
6. mengalihkan mata ke lelaki lain. aku tak lagi mau
7. menikahkan aku-kau. percakapan terakhir kita
8. sungguh, sungguh amat membosankan dan tak
9. membuat aku ingin bertemu kau sekali lagi.
10. selama ini, kau selalu memikirkan diri sendiri.
11. jika kita menikah, aku tahu aku akan menemu
12. hidupku jadi sulit, dan kita tak akan menemu
13. bahagia hidup bersama. aku punya satu hati
14. untuk kuberikan, tapi itu bukan sesuatu
15. yang ingin aku beri buatmu. tiada yang lebih
16. bodoh dan egois dari kau, kau tak pernah
17. memerhatikan, merawat dan mengerti aku.
18. aku sungguh berharap kau mau mengerti
19. aku berkata jujur. kau akan baik sekali jika
20. kau anggap inilah akhirnya. tidak perlulah
21. membalas surat ini. surat-suratmu dipenuhi
22. hal-hal tak menarik bagiku. kau tak punya
23. cinta yang tulus. sampai jumpa. percayalah,
24. aku tak peduli padamu. jangan pernah berpikir
25. aku masih dan akan terus menjadi kekasihmu.

catatan:
Tiap baris surat ini sengaja diberi angka, agar kau bisa membedakan baris ganjil dan baris genap.
Baca baris-baris ganjil saja, hapus baris selebihnya.

Selasa, 10 Februari 2015

Teruntuk Masa Depan

Dear calon suamiku kelak.

Aku hanya ingin berlari, menari
membentang tangan seperti bocah yang sibuk mencari seimbang karena takut terjatuh melewati alang-alang. Melompati batu-batu tajam.
Menuruni curam lalu membasuh kaki dan lupa diri.
Untuk itu aku mengundangmu.
Untuk itu aku memintamu. Untuk itu, kekasih.
Aku tidak butuh bisa makan enak.
Aku tidak butuh menjadi kaya raya.
Aku hanya butuh nanti bisa punya tidur yang nyenyak setelah tua dan mati dengan karya.

Denganmu..
Aku tetap ingin menjadi anak kecil yang lugu.
Yang tidak pernah ragu pada angin untuk bisa terbang.
Yang bisa terus menyanyikan lagu.
Yang bisa tetap percaya matahari bisa dipetik dengan tangan telanjang.

Denganmu..
Aku ingin hidup yang manis, yang tidak peduli setan dengan apa itu nanti.
Yang bisa tetap tersenyum dan bertukar peluk meski ternyata hidup kita tragis.
Yang bisa tetap menerima sakit sebagai nikmat yang paling pasti.

Tapi bila kau ingin pergi, pergilah.
Aku hanya akan menangisimu satu kali lalu setelah itu sudah.
Tapi bila ingin kamu meninggalkanku, aku juga akan meninggalkanmu.
Aku akan masuk ke hutan lalu turun ke lembah sunyi.
Menukar duka dengan suka.
Aku akan menyusuri pesisir lalu menerjang ombak sendiri.
Menyiram luka dengan cuka.

Denganmu aku hanya ingin yang sederhana.
Tanpa ingin menjadi pemenang, kecuali mati dikenang.
Denganmu aku hanya ingin yang biasa-biasa saja.
Cukup melihatmu membantuku menyulam baju anak-anakku dengan keringat yang tak mengkerut saja, aku tenang..
Dan aku senang.

-V

Kamis, 26 Juni 2014

Cinta itu Apa?

Cinta itu apa? Banyak arti cinta. Lo cari aja di Google ada more than 1 million results.

Kata John Lennon. Love is sure. Love is you.
Kata Cherrybelle. Love is you.
Kata Aristoteles. Love is composed of a single soul inhabiting two bodies.

Cinta itu, kalo pas lo ngeliat dia, lutut langsung berasa pindah ke dada.
Cinta itu, you will think of him every second, minute, hour, day of your life.
Cinta itu, pendakian-pendakian yang kita nggak tau dimana puncaknya.
Cinta itu, katanya sederhana, api dan kayu saling cinta, mereka sama-sama menjadi abu, tak perlu alasan mengapa.
Cinta itu, sabar dan ikhlas.
Cinta itu, pacarnya Rangga. #lah #skip
Cinta itu, when he/she makes you happy, yell when he/she makes you mad, and miss he/she when they're not around.
Cinta itu, berani melepas dan senang kalau melihat dia senang.

Kata Walk to Remember. Love is like the wind. You can't see it. But you can feel it.
Kata Love Story. Love means never having to say you're sorry.
Kata Joe Black. Love is passion, obsession, someone you can't live without.

Banyaklah. Goggle aja.

Tapi kata gue.

Cinta itu tai kucing rasa coklat campur greentea pake sprinkle meses terus di atasnya ada ice cream rasa vanilla blue plus oreo.
Perasaan cinta itu perasaan yang susah banget dijelasin.
Pokonya absurd. Gitulah.
Bikin ketagihan.
Bikin mules.
Bikin mood labil.
Bikin nggak bisa ngapa-ngapain dengan serius.

Lo bakal seneng aja kalo ada dia. Bete kalo dia nggak ada.
Katanya sih pengorbanan, dan bener aja. Ya gitu aja.
Lo bakal ngorbanin apa aja buat orang yang lo sayang.
Kadang lebih suka pake hati dibanding logika.
Bego ya?

Cinta itu jujur.
Segimanapun lo ngelupain dia. Ngebohongin diri lo sendiri.
Nggak akan ngaruh.
Malah nyakitin diri lo sendiri.

Tapi bukan cinta namanya kalo lo belum ngerasain.
Udah marah semarah-marahnya dan udah pisah sepisah-pisahnya, tapi ujungnya bakal balik lagi.
Dia lagi.
Rasa itu lagi.

Sweet, right?

Gue ingat, salah satu percakapan sama orang yang gue cintai.
"Cinta apa sih?"
"Apanya apa?"
"Ya kenapa kamu bisa cinta sama aku?"
"Gatau."
"Kok gatau?"
"Cinta itu gabisa dijelasin Yo, dan gaada alasan untuk cinta sama seseorang."


Terakhir. Cinta itu satu huruf yang tiba-tiba terbersit di kepala saya.
S.


Terimakasih.

Jumat, 13 Juni 2014

#LoveDifferentReligion

Hai. So tonight I wanna say some of my random thoughts about love.
Dan malam ini gilirannya cinta beda agama.
Mungkin tulisan gue kali ini akan seems, "Sotoy bgt sih lu Yo." but this just my thought so don't judge this too seriously.
Seriusan.

From my personal perspective.
There's a huge difference between feelings and belief.

Gue kasih example.
Satu cewek. Satu cowok.
Sama-sama ngerasa klop cocok ngisi banget satu sama lain.
Apa-apa langsung inget satu sama lain.
Satunya lagi makan pasti langsung ngingetin yang lainnya.
Mereka nemuin kesamaan dan perbedaan mereka.
Mereka ngegali sifat satu sama lain.
Tapi ya gitu.
Agama nya beda. Apa yang diyakini itu gak sama.
Seiring waktu berlalu. Makin intensif.
Mereka makin deket.
Mereka makin nyaman.
Mereka makin memahami satu sama lain.
Tapi ya gitu.
Gak bisa maju lagi.
Stuck di situ.
Dibatesin sama sehelai tipis perbedaan keyakinan.

Despite of their differences, they felt something's going on with their hearts. But sadly, their differences blocked their way.

Lagi, dari sudut pandang gue.
Gue ulangin.
Dari sudut pandang gue.


Lo gak bisa menyatukan perasaan dengan kepercayaan.
Cinta itu datengnya ya gitu aja. Mau dijelasin ya gimana. Ya gitu aja. Suddenly "JRENG!".
Gak mengenal latar belakang.
Gak mengenal asal-usul.
Keturunan lah. Apapun lah. Gak ada yang bisa ngehalangin.

Thoughts mengenai larangan menjalin hubungan dengan suku, agama, ras, dan bibit bebet bobot yang berbeda itu asalnya dari mana? Dari otak manusia yang secara gak sadar terpengaruh kebudayaan yang beragam banget dan segala tetek bengeknya.

Kalo lo nemuin orang yang nyambung, bisa bikin lo nyaman dan ngerasa aman bareng dia, bikin lo bahagia, dan sebagainya.
Ya itulah.
Ya itu dia orangnya.
Ya itu CINTA lo.

Cinta itu berhubungan dengan menemukan orang yang sesuai dengan diri lo. Yang bisa mengisi kekosongan lo, dan lo bisa mengisi kekosongan dia.

Dalam hal ini ya coba lah ya jauhin dulu pikiran mengenai cinta beda agama itu dilarang, haram, dan sebagainya. Cinta itu masalah hati.
Perasaan.

Coba nih ya. Coba aja lo bayangin.
Gimana kalo orang-orang yang seagama sama lo itu gak ada yang cocok sama lo?
Tapi ada ini orang nih satu, beda agama sama lo, tapi edan lah cocok gila.Kalian tuh bener-bener pas banget. Gimana?
Apa iya lo harus membuang orang yang sangat-sangat sesuai itu dan lebih memilih orang yang seagama sama lo tapi hati lo ga sejalan sama dia. Ya jadi yang sejalan kepercayaannya doang. Gimana?
Buat apa? Seriously.
What will actually happen? Hidup lo akan gak bahagia. Karena lo terpaksa sama kata 'agama'.
Dan lo pun dosa.
Dosa karena membohongi, atau agak kasarnya, membodohi diri lo sendiri.


Nah. Not that I'm against religions rules. Seriously for sure. Gue cuma nyoba ngeluarin logika otak gue aja. Tuhan, menurut gue, cuma ada satu. Manusia lah yang nyiptain berbagai macam agama. Manusia yang membuat perbedaan dalam menyebut dan memuji Tuhan. Cinta, jodoh, nasib, and other things itu datang dengan sendirinya, dari rencana Tuhan. Tapi kalo larangan dan aturan-aturan agama itu cuma dari sudut pandang berbagai macam budaya multikultural manusia yang pake embel-embel agama.

Gue sendiri gak disarankan untuk menjalani hubungan yang dalam dan serius sama orang yang berbeda keyakinan sama keluarga gue. Ya mau gimana lagi? Keluarga gue menyarankan untuk gue agar sebaiknya sama yang sekeyakinan aja. Ya aturan itu udah ngestuck dan dosa kalo hukumnya dilawan. Asal gak dibawa ke jenjang serius semacam pernikahan sih ya gak apa-apa sih setau gue. Tapi kalo salah satu pasangan ada yang mau ngikut ke agama pasangannya, ya mungkin sih boleh. Asalkan.
Asalkan nih ya.
Asalkan pindah agamanya bukan karena cinta sama pasangan aja.
Tapi juga karena kalian yakin kalo itulah jalan yang harus kalian ambil

Dan terakhir.
Ngapain gue nulis soal begini?

Soalnya gue lagi ngalamin. Sekarang. Detik ini bahkan. Perasaan ini masih ada. Dan gue gak tau ke depannya bakal gimana. Yang gue tau hanyalah menjalaninya..

Tuhan bakal kasih tanda, kapan gue jalan terus, kapan gue berhenti. Gue yakin. :)

Jumat, 06 Juni 2014

Sorry Seems To Be The Hardest Word

Hey, you might all know the song,
"Sorry Seems To Be The Hardest Word"
To be honest, I'm not totally agree.
Here, I want to talk about the real challenge of forgiveness.

So.
Menurut lo, mana yang lebih sulit:
a. Menyatakan kata "maaf"
atau..
b. Memaafkan orang lain?

Maybe in some situations, menyatakan kata "maaf" itu beratnya luar biasa. Mungkin, karena rasa bersalah yang berlebih, merasa gak pantes meminta maaf karena kesalahan yang dilakukan udah off limit, atau bahkan cuma sekedar gengsi mengakui kesalahan yang udah kejadian.

Apapun alasannya, it all comes down to one problem.

That we're worried if that person won't forgive us.

Sorry seems to be the hardest word?

Hmm.. *thinking hard*

Tentang kesalahan, menurut gue itu manusiawi.
Any kind of mistake, anyone can make.
Even the hardest rock could break. Iya kan?
*and by the way, the lines rhymed. ga sengaja dah, sumpah.*

So, why so hard? Sesulit itu kah?

Tentang sulit memaafkan, well I think, psychologically, pola pikir seseorang itu terbentuk begini: selalu mau jadi lebih baik dari orang lain. Bahkan di saat dia gak menyadarinya. Orang yang paling rendah hati pun, gue yakin deep inside menyimpan keinginan untuk jadi sesuatu yang 'lebih'. Sesuatu yang tidak standar. Berkeinginan bisa punya achievement yang bikin dia considered better than anyone else. That's why, saat seseorang bikin salah sama kita, kayaknya susah banget buat menerima kata maafnya. Kenapa?

Karena dengan begitu, kita akan merasa diakui sebagai yang lebih benar, lebih hebat, dan, balik lagi, lebih baik dari orang lain.


Hey ya people. The real challenge is this:

How to learn to reduce your ego and try to forgive.

Sabtu, 31 Mei 2014

Wah, Pelangi.

Hai.

Gue sering mikir, kenapa (bagi sebagian besar orang),
kalo orang mau pacaran harus pake acara tembak-tembakan segala?
Ya, kenapa harus diminta untuk jadi pacar?
Padahal, menurut gue sih you don't ask for love. Love flows.
And all you need to do is: to go with it.

Well, at first I even thought, that love has no reason.

Iya gak sih? Lo sayang sama orang, ya tau-tau sayang aja.
Alasannya gak jelas. Kadang malah gaada alasan sama sekali.
Soalnya gue juga ngerasain kayak gitu.
Saat ini.

Apa perlu menjabarkan segunung alasan kenapa lo mencintai seseorang?
Kenapa lo sayang sama dia?
Even more confusing for me, apa perlu punya alasan untuk mencintai seseorang?
Gue sayang sama seseorang.
Ya, after all this time.
 
Dan sangat sulit bagi gue untuk ngasih satu aja alasan buat ngejawab:
Kenapa gue bisa sayang sama orang ini?

Oh, and again, after all this time.

Why can't I stop?

Oh iya.
Tadi sore, gue liat pelangi. Bagus banget.
Udah berapa tahun gue gak nemu pelangi. Dan walaupun itu cuma ilusi, gue sangat menikmati pemandangannya.
Tapi.
The most I focus on the rainbow, the harder I can see it.

Dan setelah bertahun-tahun gue gak liat pelangi, gue baru sadar tentang hal itu.

Bahwa I love looking at the rainbow.

Tapi dulu, gue gak bener-bener memantek pandangan gue ke pelangi ini.
Gue hanya..

Menikmati pemandangannya. Wonderful. Charming.

I can finally understand.
That even after the worst rain, when the sun comes shine.
There it is.
Rainbow.
Such a beautiful illusion.
Something you can't touch.
Something you can't reach.

Only something that makes you feel better.
Something colorful that you can see through.
Something so great that can always comforts you.

Then I realize, that love does happen for a reason.
But I don't need to have any reason to enjoy its wonder.

Dan sekarang gue buka mata, terus mikir, "Wah, pelangi."

Selasa, 06 Mei 2014

Marah

Sudah sekian lama kau pergi, meninggalkan aku dan teman yang waktu itu hanya mentertawaiku ketika melihatmu jauh. Sembari kau membagi kasih, aku kau tanggalkan. Mencoret-coret kembali warna yang telah pudar, tak berjeda, tanpa perasaan.

Kau menangis palsu. Lidahmu terlalu kelu untuk berdalih. Jidatmu berkenyit, berpikir, drama mana yang ingin kau mainkan. Jauh sejak dulu, kita bertukar gerak dalam layar, tapi kini sirna tanpa jejak. Sering ku mainkan berulang, tapi kau tidak.

Satu.
Dua.
Tiga.

Waktu itu aku yakin dengan cinta. Jarak ujung terjauh samudera dengan selat banda tidak akan mampu menandinginya. Berkata kau dulu,"Aku sayang banget sama kamu."

Dengan wajah sedih, kuakhiri kisah kita. Menyudahi semuanya. Ya. SE-MU-A-nya.

Masa bergerak cepat, berulang kali bulan berganti, matahari nampak begitu lelah menanti. Tapi aku di sini masih marah, tenggelam dalam masa lalu yang begitu penuh sesal. Seandainya, merupakan kata yang sering terbesit semenjak saat itu.

Rindukan damai, menutup mata, dan mulai berhitung kembali.

Satu.
Dua.
Tiga.

Masih saja wajahmu terus berkelana dalam otakku yang kecil dan sempit. Membiarkan aku menyiksa diri tanpa batas, tak berbudi.

A-KU MA-RAH.

Bersenandung aku berbalapan dengan decit kursi yang bergoyang. Diikuti hentakan ujung kaki berbalas-balas. Jemari kananku naik bergantian, menimbulkan bunyi ketika kukuku menyentuh kayunya yang keropos tanpa isi. Sesekali ku tengok jam, lebih dari tengah malam. Tapi kau masih belum ingin pulang. Berkeliaran, muncul timbul dalam memori yang seenaknya kau buka-tutup.

Aku marah. Terlalu marah, hingga mataku menangis begitu lelah. Berpejam, menghitung.

Satu.
Dua.
Tiga.

Kau bilang begitu mencintaiku waktu itu. Apapun yang terjadi kita akan selalu bersama, dalam kasih, dalam pedih. Dalam mesra kita berbagi cinta, tawa, sesekali tangis kita maklumi tanpa sengaja. Bergandeng tangan kita di malam itu, wajahmu terlalu lelah untuk berjalan. Ingin kau menggendong, tapi... memegang tanganmu dan melihat wajahmu berkilauan di bawah sinar rembulan membuatku tak tega untuk menambah beban langkahmu.

Begitu banyak yang bisa membuat kita bahagia dan bertahan. Bahkan, begitu banyak alasan untuk kita kembali bersama. Tapi... kau memilih pergi.

Sa-tu.
Du-a.
Ti-ga.

DOR!

Laras yang dingin kini hangat darah.

Kamis, 13 Februari 2014

Lekat.

I still thinking about me.
About you.
About us.
And what we could be.

After all this time, can we fix it? Can we take that second chance? Can we?

Mencoba aku untuk tidak peduli. Dengan semua angan semu yang mencoba memanah dan menjadikanku sasaran empuk. Berusaha tak melamunimu di setiap detik-detik hidupku yang kosong. Berusaha agar aku tak lagi terjerembab dan berakhir dengan luka yang serupa. Tapi datangnya kamu, kamu dengan berjuta-juta suratan yang tersirat.

Semu.
Muncul bagai letupan debu. Terlihat, tapi samar. Terasa, tapi tak tergenggam.

Abu.
Kembali dengan secercah cahaya, menembus benteng hitam dari bilik terdalam di jiwaku yang mengemas rapat akan semua tentangmu.

Rancu.
Hati ini melonjak-lonjak merintih melihat setitik harapan yang samar kau tunjukkan tapi kau tarik kembali karena adanya dia yang kini bersandar di bahumu.

Palsu.
Kasarku kujejal menyesak ke lubuk. Andai aku cukup berani menantangmu, menunjuk tajam telunjuk ini ke arah wajahmu yang selalu bertamu di mimpi-mimpiku. Untuk sekedar mengharap sang pasti.

Aku, atau dia? Siapa?

Mampuku hanya mematut memangku dagu menunggu. Mengubur lagi memori fana yang sempat kau kuak dan kau bangkitkan.

Sejenak.

Mudah ucapmu berkata sesal, mengajakku mengingat kita dari asal. Dan pada akhirnya kalah lah benteng kokohku, tumpukan patahan hatiku yang telah kususun ulang. Detik ini. Terus kau meyakinkan aku untuk tetap tinggal. Dengan mata penuh sesal.

Detik ini.
Tidak lagi.

Kembali kau dengannya. Membuatku kini menyusun ulang pondasi membatas diri, membenteng antara aku dan kamu bermaksud agar aku tahu diri.

Hancur.

Muak aku percaya, lelah aku terima, omong kosong dan harapan memang tipis terlihat beda.

Hebat.
Kau.

Lekat.

Jumat, 31 Januari 2014

“Hello, February!” atau “Hell, oh, February!”?

Selamat pagi!

Selamat pagi, Ma, yang sudah sibuk dengan semangat menyulamnya sejak matahari baru nongol ogah-ogahan.
Selamat pagi, Yah, yang derap langkah menuju teras depan tempat motornya terpakir sudah terdengar sebelum aku sempat mengumpulkan segenap nyawa untuk terjaga.
Selamat pagi Nyong, yang sempet-sempetnya ganggu sisa-sisa mimpi cuma buat nanya, "Jaket aku yang kemarin kamu pake ditaruh dimana?!".
Selamat pagi, Ver, Mon, yang selalu sigap berdedikasi tinggi menyiapkan nasi dengan telur ceplok plus kecap untuk kakak kalian yang selalu kesiangan karena selalu begadang ini, meskipun baru bakal gue makan beberapa jam kemudian.
Selamat pagi, Lang, Tem, Ren, yang siap siaga bersiul-siul merdu ala kenari penyanyi minta makan dan minta dimandikan dari kandang di luar sana, bikin kedua telinga gue makin nempel aja ke dalam bantal. Gara-gara Ayah pergi memancing sejak pagi, gue jadi berkewajiban mengurus kalian.
Selamat pagi kopi hitam, nasi, telur ceplok, dan kecap.
Selamat pagi juga kepada pagi, awal hari, matahari, sisa-sisa mimpi, dan hal-hal yang melintas di benak, aliran keluar-masuk otak, beberapa untuk teringat dan lainnya untuk terlupakan.

Selamat pagi semua.


Bulan Februari tiba-tiba jatuh tepat di hari ini.
Beberapa, antusias menyambut bulan kedua di kalender, dengan segala macam harapan, rencana liburan di sela-sela kepadatan, atau malah jadwal ujian dan tambahan pekerjaan.
Beberapa, mulai menandai tanggal-tanggal penting, tidak mau terlewatkan apa-apa yang harus dirayakan ataupun dikenang. Hari Valentine, hari Peristiwa Kapal Tujuh, hari Wartawan, hari Pasukan Kavaleri, hari Farmasi, atau sekedar hari-hari ulang tahun kerabat dan sahabat.

Beberapa, menyukai bulan ini. Saatnya menyiapkan pernak-pernik terbaik untuk memulai hingga mengakhiri bulan ini dengan berdansa bersama kebahagiaan.

Beberapa, membenci bulan ini. Yang datang terlalu cepat, terlalu tiba-tiba, mengusik ketenangan, mengingatkan, berapa banyak hari-hari ke belakang yang terbuang sia-sia, dan cita-cita yang belum sempat terwujud sampai awal bulan ini datang.


Gue, ada di antara. Seperti biasa, enggan memihak. Satu sisi menyukai dan sisi lain membenci. Februari.
"Gila, tiba-tiba udah Februari aja!"
"Kalau sisa-sisa resolusi gak tercapai sampe bulan ini berakhir, berarti harus mengikutsertakannya lagi di antara resolusi bulan depan."
Sepertinya memang iya, untuk yang satu itu.


Ah, tapi siapa bilang Februari ini sendu?
Setiap suka, setiap duka, setiap senang, setiap susah, setiap untung, setiap sial..
Setiap tawa, setiap air mata, setiap dosa, setiap asa..
Setiap cinta..
Setiap luka..
Toh bisa hadir pada bulan apa saja.


Jadi, gue mau mengabaikan titel bulan apa ini. Cukup tahu saja. Lalu sebaiknya gue menatap ke depan dan ancang-ancang angkat kaki, berlari.

Gue nggak akan pernah tahu kesempatan emas macam apa yang menunggu di hadapan, kalau gue selalu berjalan menunduk, atau bahkan melihat ke belakang.


I'm so much stronger than you think.

Cheers! :)

Senin, 27 Januari 2014

Dari Yoyo Untuk Anin

Kepada Anin,
pacar baru Astro.


Oi, jadi juga kalian?

Setelah malam itu chat gue ke Astro mengingatkan dia jangan tidur terlalu malam gak dibales, malam itu juga kalian resmi jadian?

Well, selamat, Nin. Lo perempuan yang beruntung.

Nggak banyak perempuan yang bisa masuk ke kehidupan laki-laki kaku itu begitu saja. Apalagi sampai dibagi cinta. Lo, entah apa alasan Astro memilih lo, atau lo yang memilih dia dan Astro menyetujui, mau nggak mau gue harus percaya bahwa lo memang telah melakukan sesuatu yang sangat besar dan berarti buat Astro.

Lo berhasil, entah dengan licik atau cerdik. Mencuri hati Astro. Mengambil sepersekian bagian dari seluruh perhatian yang selama ini hanya Astro berikan untuk kedua orang tua nya dan untuk adiknya. Juga untuk gue dan sahabat-sahabat kami yang lainnya.

Mungkin bagi lo, Astro cuma laki-laki kesekian yang saat ini kebetulan sedang dipertemukan. Tapi bagi Astro, lo itu istimewa, Nin. Gue masih inget binar-binar bola mata Astro kali pertama nama lo disebutnya, senyum yang terkembang sedemikian sempurna di wajahnya, serta tawa-tawa lepas setiap saat kalian berbincang di depan gue. Sebelum ada lo, binar-binar mata, senyum, dan tawa lepas itu pernah cuma jadi milik gue seorang, Nin. Dan gue peringatkan, jangan sampai semua kebahagiaan Astro itu nantinya hilang cuma karena lo, atau gue nggak akan segan-segan bikin perhitungan sama lo.

Gue tahu pasti, Nin, Astro bukan yang pertama di hidup lo. Tapi jangan sampai lo berani-beraninya membanding-bandingkan Astro dengan laki-laki lain yang pernah muncuh di hadapan lo. Karena itu nggak adil. Karena Astro nggak akan mungkin bisa membandingkan lo dengan siapa-siapa. Termasuk dengan gue sekalipun. Gue yang selama ini hanya mengambil peran sebagai seorang sahabat di hidup dia, meskipun sebenarnya gue merasakan lebih dari itu.

Gue nggak tahu apakah lo serius sama hubungan kalian ini. Tapi asal lo tahu aja, waktu gue dan sahabat-sahabat kami bertanya, Astro tersenyum dan mengangguk mantap, menyatakan bahwa akhirnya dia menemukan juga Nona Tepat-nya. Shit, sista! Sebegitu tingginya prestasi lo. Bahkan gue aja belum pernah berhasil jadi seorang Nona Tepat bagi siapapun juga.

Anin,

apapun itu alasan dan penyebabnya, gue nggak mau melihat setitikpun kekecewaan Astro jatuh atas nama lo. Jangan pernah berpikir untuk menyakiti Astro, apalagi benar-benar melakukannya. Bukan karena Astro lemah. Sekali lagi gue bilang, Astro bukan laki-laki lemah. Melainkan karena lo sendiri yang akan menyesal dan ketika lo sadar, waktu, sudah enggan berputar balik ke belakang.

Maaf, Nin. Gue udah terkesan terlalu menggurui lo. Dengan segala ancaman 'jangan-ini-jangan-itu'. Gue nggak meragukan lo. Gue nggak akan pernah meragukan apapun pilihan yang diambil Astro. Siapapun pilihan Astro. Bukan juga gue sok', cuma karena gue udah mengenal Astro jauh lebih lama dari lo. Gue hanya mau yang terbaik bagi Astro, bagi lo, bagi kalian berdua. Lagipula, anggap saja ini sekalian 'perkenalan' gue sama lo. Sayang, gue lagi sibuk sama banyak tugas sekolah dan pekerjaan sampingan gue, jadi nggak bisa mengintimidasi lo langsung secara empat mata.

Anin, pacar Astro yang selalu Astro banggakan,

satu lagi. Gue mau bilang bahwa gue sungguh-sungguh super teramat sangat sayang sama pacar lo itu. Dia sahabat gue dari kecil. Tolong jaga dia baik-baik. Kalau pulang malam, ingatin dia buat minum air putih hangat begitu sampai di rumah. Tolong juga sediakan sedikit waktu buat ngobrol sama sahabat-sahabat kami. Itu, cuma dua dari sekian banyak hal yang biasanya gue lakukan, dan lo harus mau menerima delegasi tugas gue ini.


Selamat sekali lagi.

Minggu depan gue free, gak ada tugas sekolah dan gak ada jadwal kerja. Gue mau ketemu lo.




Salam,

Yoyo.

Jumat, 24 Januari 2014

To The Man I Wanna Hug So Much

Hello there,

I don’t know what I’m thinking right now and I can’t tell you the reason I’m writing this.
I’m so drunk I can’t even open my eyes to see what sentences I’m arranging here.
You are the man I want to hug so much.
You are the man I want to hug in every single laugh I burst, so you can hear my laughter fill your ear.
You are the man I want to hug in every single tear I cry, so you can feel my teardrops falling onto your shoulder.
You are the man I want to hug in every single song we sing with every single step we dance.
Under the burning sun or through the pouring rain.
You are the man I want to hug so much. Just to listen to this arrhytmic heartbeats carefully I wished you could repair it.
Don’t worry, you don’t have to feel sorry. No need any of your signed prescription. I’m getting well as soon as possible. As soon as you hug me.
And please, please, please, please, please..
Don’t ever think to cheat on me. Just don’t. Or I would hug you so closely I could crush you to the bones.

Love,
Table 7, SKHnR.

Sabtu, 18 Januari 2014

Konyol.

Minggu kemarin, gue lagi nemenin satu orang temen cowok makan siang. Setelah ngobrol ngalor-ngidul dibumbui curcol, gue iseng nanya. 

“Pria itu kan cuma ada dua jenis. Kalo nggak brengsek, ya gay. Nah, kalo seandainya wanita juga cuma dua jenis, menurut lo, apa dan apa?”

Dia jawab.

“Kalo nggak jelek, ya matre.”
 
Sial. Jahat amat. Gue ngakak aja. Pengen membantah tapi sepertinya ngakak aja udah cukup. Hehe.
Sebenernya, gue juga kalo ditanya, nggak tau deh wanita itu apa dan apa. Malah menurut gue ada lebih dari dua hal pada wanita yang bisa bikin jengkel para pria. Terutama yang satu ini. So called.. PMS.

Ada pembicaraan iseng yang pernah entah gue bahas atau cuma gue denger (gue lupa), bahwa wanita itu udah satu paket sama PMS. And men, like it or not, have to deal with it.

Apa yang lo tau tentang PMS? Pre-Menstrual Syndrome? Haha. Menurut kelakar, bukan cuma itu. PMS-nya wanita adalah Pre-Menstrual Syndrome, Pas-Menstruasi Syndrome, dan Pasca-Menstrual Syndrome. Hehe. >:)

Jadi, intinya, wanita akan selalu PMS setiap saat. Hahaha. Take it seriously or not..

Bagi gue, PMS itu terbagi jadi physically dan mentally.

Physically, gak usah dibahas lah ya. SAKIT PERUT kebangetan (sengaja gue kepslok, abisan sumpah sakit), pegel-pegel, kepala keleyengan, dan juga merasa nggak enak di bagian-bagian tertentu.

Mentally.. Ini dia. Pars pro toto sih. Tapi sebagian besar memang merasakannya. Perubahan mood. Dan wanita, dalam kondisi ini, berubah menjadi makhluk paling menjengkelkan yang ada di muka bumi. Kemaren, lo masih ketawa-ketawa dengan ceria. Hari ini, lo galau berlebihan, marah-marah, galak, gampang tersinggung, cengeng, paranoid, manja, negative thinking, dan.. lain sebagainya, sebagaimana hal-hal menjengkelkan bisa terjadi. Juga, labil dan fragile.

Segitunya ya? Kok bisa ya segitunya?

Bad mood ini, yang terbungkus suasana galau berlebihan, kadang berlangsung seharian, atau kalau gue, biasanya semaleman. Setelah semaleman melakukan hal-hal bodoh untuk pelampiasan, misalnya ngomel-ngomel di jejaring sosial, nyuekin orang-orang, sampe merombak habis song playlist jadi lagu-lagu metal (I mean mellow total. :p).. Sumpah. Setelah beberapa jam kemudian, cuma satu yang gue rasain. KONYOL.

PMS itu konyol. Tau nggak kalo PMS itu berisiko tinggi mengubah image yang asalnya baik jadi buruk di mata orang lain. Masih mending kalo yang jadi rugi cuma gue sendiri. Nah, kalo ada orang lain yang kena imbas? Atau hal-hal penting lain yang terpengaruh?

Yang paling bahaya sih, menurut gue, kalo sampe PMS ini jadi ikut menyakiti hati orang lain. Lo mau tanggung jawab gimana? Ngeles? Bahwa lo lagi PMS? Dan minta dimengerti?

Emang sih. Pria-pria harus bisa ngerti. Apalagi mereka nggak pernah tau kan apa rasanya mengalami peluruhan dinding endometrium. Ah bahasa gue, sok-sokan jadi anak IPA padahal anak IPS. Hehehe. Tapi ya, seriusan aja. Emangnya mereka bisa se-mengerti itu?

Makanya, gue salut lah sama pria-pria yang tahan berurusan sama wanita PMS. Gue sih, kalo jadi pria, mending kabur dulu deh ke luar angkasa. Males banget di bumi wanitanya lagi pada PMS.

Ayolah.. Masa lo mau sih dijajah sama darah-darah kotor yang luruh itu dan menyerah menuruti emosi sesaat melulu?

Mulai sekarang, kalo lagi PMS, mending berpikir panjang dulu kali ya sebelum bertindak. Dan sebaiknya kita harus bisa menahan diri biar nggak meledak. Tenang aja, PMS nggak berlangsung lama kan. Besoknya, ketika lo bangun pagi, perasaan lo akan baik-baik saja dan semua hal buruk yang lo takutkan, tidak akan pernah terjadi. Daripada, kalo lo ngikutin perasaan, besok paginya ketika lo bangun, yang ada malah lo akan menyesal berkali-kali lipat.

Karena PMS itu konyol. Super.

Dan tulisan ini adalah self-note buat gue. Yang suka mengumbar ke-PMS-annya, berharap hal-hal nista yang gue lakukan akan dianggap sah-sah saja oleh orang lain dan memakai “Gue lagi PMS.” sebagai tameng.

So sorry.

Untuk yang pernah tersinggung, atau bahkan tersakiti.

Gue nggak mau sok-sokan PMS lagi.