Ksatria,
kadang, aku tak tahu apa yang aku mau.
Aku mau kamu, sudah jelas.
Tapi dalam keadaan yang menyulitkan ini, aku sendiri merasa bodoh.
Dalam kesesakan dan air mata, aku berteriak dengan amarah;
"Hapus semua tentangku! Hapus nama ku! Hapus file-file berisi aku!"
Dalam kerinduan hati aku berbisik lirih;
"Jangan.. jangan dihapus. Jangan pergi. Jangan lupakan semua. Jangan tinggalkan aku.."
Ksatria,
maafkan aku. Aku yang dulu selalu ingin pergi. Aku yang selalu mengedepankan perasaanku dan mendepak perasaanmu. Maafkan aku yang hingga sekarang masih terlampau sayang..
Sejujurnya, yang ingin kukatakan hanya;
"Ksatria, jangan pergi, aku takut sendiri."
Ksatria,
andai kamu tahu betapa beratnya untukku menghapus semua itu. Betapa sulitnya meredam tangis dan teriakan penuh luapan emosi. Betapa sukarnya menguatkan diri, sadar bahwa tidak akan ada lagi kamu di hidupku..
Di saat kamu makin mantap dan yakin bahwa bukan aku lagi yang mengisi hatimu,
aku,
malah semakin mantap dan yakin,
kamulah orangnya.
Ksatria,
harapanku masih sama.
Masih ingin bangun di satu pagi yang cerah, dengan pesanmu di teleponku.
Dengan ucapan sayang.
Dengan makian manja.
Dan tertawa bersama, menyadari bahwa pisahnya kita hanya mimpiku belaka.
Ksatria,
aku masih belum ikhlas.
Aku masih belum rela.
Terlalu berat, terlalu rumit.. Perasaanku tidak sebercanda itu.
Aku, memang sebegini ringkihnya.. sebegini menyedihkannya..
Tapi aku makin sekarat tanpa kamu.
Aku harus apa?
Aku masih menunggu kamu pulang. Menunggu kamu kembali dari peperangan yang terjadi begitu hebatnya, di dalam duniamu sendiri. Menunggumu kembali masuk ke dunia kita bersama.
Aku masih ingin melihatmu.
Masih ingin menyentuh.
Mengusap hangat pipimu.
Menarik kecil ujung rambutmu.
Menggandeng tanganmu erat.
Ksatria,
kamu akan pulang, kan?
Aku akan menunggu, meskipun sakitku sudah akan mengambilku.
Aku akan menunggu, meskipun saat kamu pulang nanti, aku sudah berada di bawah nisan.
Jangan pergi. Aku takut sendiri..
Ksatria,
kamu akan pulang, kan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar