Kamis, 26 Juni 2014

Cinta itu Apa?

Cinta itu apa? Banyak arti cinta. Lo cari aja di Google ada more than 1 million results.

Kata John Lennon. Love is sure. Love is you.
Kata Cherrybelle. Love is you.
Kata Aristoteles. Love is composed of a single soul inhabiting two bodies.

Cinta itu, kalo pas lo ngeliat dia, lutut langsung berasa pindah ke dada.
Cinta itu, you will think of him every second, minute, hour, day of your life.
Cinta itu, pendakian-pendakian yang kita nggak tau dimana puncaknya.
Cinta itu, katanya sederhana, api dan kayu saling cinta, mereka sama-sama menjadi abu, tak perlu alasan mengapa.
Cinta itu, sabar dan ikhlas.
Cinta itu, pacarnya Rangga. #lah #skip
Cinta itu, when he/she makes you happy, yell when he/she makes you mad, and miss he/she when they're not around.
Cinta itu, berani melepas dan senang kalau melihat dia senang.

Kata Walk to Remember. Love is like the wind. You can't see it. But you can feel it.
Kata Love Story. Love means never having to say you're sorry.
Kata Joe Black. Love is passion, obsession, someone you can't live without.

Banyaklah. Goggle aja.

Tapi kata gue.

Cinta itu tai kucing rasa coklat campur greentea pake sprinkle meses terus di atasnya ada ice cream rasa vanilla blue plus oreo.
Perasaan cinta itu perasaan yang susah banget dijelasin.
Pokonya absurd. Gitulah.
Bikin ketagihan.
Bikin mules.
Bikin mood labil.
Bikin nggak bisa ngapa-ngapain dengan serius.

Lo bakal seneng aja kalo ada dia. Bete kalo dia nggak ada.
Katanya sih pengorbanan, dan bener aja. Ya gitu aja.
Lo bakal ngorbanin apa aja buat orang yang lo sayang.
Kadang lebih suka pake hati dibanding logika.
Bego ya?

Cinta itu jujur.
Segimanapun lo ngelupain dia. Ngebohongin diri lo sendiri.
Nggak akan ngaruh.
Malah nyakitin diri lo sendiri.

Tapi bukan cinta namanya kalo lo belum ngerasain.
Udah marah semarah-marahnya dan udah pisah sepisah-pisahnya, tapi ujungnya bakal balik lagi.
Dia lagi.
Rasa itu lagi.

Sweet, right?

Gue ingat, salah satu percakapan sama orang yang gue cintai.
"Cinta apa sih?"
"Apanya apa?"
"Ya kenapa kamu bisa cinta sama aku?"
"Gatau."
"Kok gatau?"
"Cinta itu gabisa dijelasin Yo, dan gaada alasan untuk cinta sama seseorang."


Terakhir. Cinta itu satu huruf yang tiba-tiba terbersit di kepala saya.
S.


Terimakasih.

Jumat, 13 Juni 2014

#LoveDifferentReligion

Hai. So tonight I wanna say some of my random thoughts about love.
Dan malam ini gilirannya cinta beda agama.
Mungkin tulisan gue kali ini akan seems, "Sotoy bgt sih lu Yo." but this just my thought so don't judge this too seriously.
Seriusan.

From my personal perspective.
There's a huge difference between feelings and belief.

Gue kasih example.
Satu cewek. Satu cowok.
Sama-sama ngerasa klop cocok ngisi banget satu sama lain.
Apa-apa langsung inget satu sama lain.
Satunya lagi makan pasti langsung ngingetin yang lainnya.
Mereka nemuin kesamaan dan perbedaan mereka.
Mereka ngegali sifat satu sama lain.
Tapi ya gitu.
Agama nya beda. Apa yang diyakini itu gak sama.
Seiring waktu berlalu. Makin intensif.
Mereka makin deket.
Mereka makin nyaman.
Mereka makin memahami satu sama lain.
Tapi ya gitu.
Gak bisa maju lagi.
Stuck di situ.
Dibatesin sama sehelai tipis perbedaan keyakinan.

Despite of their differences, they felt something's going on with their hearts. But sadly, their differences blocked their way.

Lagi, dari sudut pandang gue.
Gue ulangin.
Dari sudut pandang gue.


Lo gak bisa menyatukan perasaan dengan kepercayaan.
Cinta itu datengnya ya gitu aja. Mau dijelasin ya gimana. Ya gitu aja. Suddenly "JRENG!".
Gak mengenal latar belakang.
Gak mengenal asal-usul.
Keturunan lah. Apapun lah. Gak ada yang bisa ngehalangin.

Thoughts mengenai larangan menjalin hubungan dengan suku, agama, ras, dan bibit bebet bobot yang berbeda itu asalnya dari mana? Dari otak manusia yang secara gak sadar terpengaruh kebudayaan yang beragam banget dan segala tetek bengeknya.

Kalo lo nemuin orang yang nyambung, bisa bikin lo nyaman dan ngerasa aman bareng dia, bikin lo bahagia, dan sebagainya.
Ya itulah.
Ya itu dia orangnya.
Ya itu CINTA lo.

Cinta itu berhubungan dengan menemukan orang yang sesuai dengan diri lo. Yang bisa mengisi kekosongan lo, dan lo bisa mengisi kekosongan dia.

Dalam hal ini ya coba lah ya jauhin dulu pikiran mengenai cinta beda agama itu dilarang, haram, dan sebagainya. Cinta itu masalah hati.
Perasaan.

Coba nih ya. Coba aja lo bayangin.
Gimana kalo orang-orang yang seagama sama lo itu gak ada yang cocok sama lo?
Tapi ada ini orang nih satu, beda agama sama lo, tapi edan lah cocok gila.Kalian tuh bener-bener pas banget. Gimana?
Apa iya lo harus membuang orang yang sangat-sangat sesuai itu dan lebih memilih orang yang seagama sama lo tapi hati lo ga sejalan sama dia. Ya jadi yang sejalan kepercayaannya doang. Gimana?
Buat apa? Seriously.
What will actually happen? Hidup lo akan gak bahagia. Karena lo terpaksa sama kata 'agama'.
Dan lo pun dosa.
Dosa karena membohongi, atau agak kasarnya, membodohi diri lo sendiri.


Nah. Not that I'm against religions rules. Seriously for sure. Gue cuma nyoba ngeluarin logika otak gue aja. Tuhan, menurut gue, cuma ada satu. Manusia lah yang nyiptain berbagai macam agama. Manusia yang membuat perbedaan dalam menyebut dan memuji Tuhan. Cinta, jodoh, nasib, and other things itu datang dengan sendirinya, dari rencana Tuhan. Tapi kalo larangan dan aturan-aturan agama itu cuma dari sudut pandang berbagai macam budaya multikultural manusia yang pake embel-embel agama.

Gue sendiri gak disarankan untuk menjalani hubungan yang dalam dan serius sama orang yang berbeda keyakinan sama keluarga gue. Ya mau gimana lagi? Keluarga gue menyarankan untuk gue agar sebaiknya sama yang sekeyakinan aja. Ya aturan itu udah ngestuck dan dosa kalo hukumnya dilawan. Asal gak dibawa ke jenjang serius semacam pernikahan sih ya gak apa-apa sih setau gue. Tapi kalo salah satu pasangan ada yang mau ngikut ke agama pasangannya, ya mungkin sih boleh. Asalkan.
Asalkan nih ya.
Asalkan pindah agamanya bukan karena cinta sama pasangan aja.
Tapi juga karena kalian yakin kalo itulah jalan yang harus kalian ambil

Dan terakhir.
Ngapain gue nulis soal begini?

Soalnya gue lagi ngalamin. Sekarang. Detik ini bahkan. Perasaan ini masih ada. Dan gue gak tau ke depannya bakal gimana. Yang gue tau hanyalah menjalaninya..

Tuhan bakal kasih tanda, kapan gue jalan terus, kapan gue berhenti. Gue yakin. :)

Jumat, 06 Juni 2014

Sorry Seems To Be The Hardest Word

Hey, you might all know the song,
"Sorry Seems To Be The Hardest Word"
To be honest, I'm not totally agree.
Here, I want to talk about the real challenge of forgiveness.

So.
Menurut lo, mana yang lebih sulit:
a. Menyatakan kata "maaf"
atau..
b. Memaafkan orang lain?

Maybe in some situations, menyatakan kata "maaf" itu beratnya luar biasa. Mungkin, karena rasa bersalah yang berlebih, merasa gak pantes meminta maaf karena kesalahan yang dilakukan udah off limit, atau bahkan cuma sekedar gengsi mengakui kesalahan yang udah kejadian.

Apapun alasannya, it all comes down to one problem.

That we're worried if that person won't forgive us.

Sorry seems to be the hardest word?

Hmm.. *thinking hard*

Tentang kesalahan, menurut gue itu manusiawi.
Any kind of mistake, anyone can make.
Even the hardest rock could break. Iya kan?
*and by the way, the lines rhymed. ga sengaja dah, sumpah.*

So, why so hard? Sesulit itu kah?

Tentang sulit memaafkan, well I think, psychologically, pola pikir seseorang itu terbentuk begini: selalu mau jadi lebih baik dari orang lain. Bahkan di saat dia gak menyadarinya. Orang yang paling rendah hati pun, gue yakin deep inside menyimpan keinginan untuk jadi sesuatu yang 'lebih'. Sesuatu yang tidak standar. Berkeinginan bisa punya achievement yang bikin dia considered better than anyone else. That's why, saat seseorang bikin salah sama kita, kayaknya susah banget buat menerima kata maafnya. Kenapa?

Karena dengan begitu, kita akan merasa diakui sebagai yang lebih benar, lebih hebat, dan, balik lagi, lebih baik dari orang lain.


Hey ya people. The real challenge is this:

How to learn to reduce your ego and try to forgive.