Selasa, 31 Desember 2013

Bye, Pangandaran


Sometimes two people have to fall apart to realize how much they need to fall back together.

Pangandaran, 8 Agustus 2012.
Di hari inilah, aku menemukan seorang gadis di pantai dalam keadaan yang sangat parah. Kurasa ia terseret arus. Pelipisnya mengeluarkan darah cukup banyak. Hampir sekujur tubuhnya lebam. Aku segera membawanya ke klinik terdekat. Dokter menanganinya cukup lama. Ia koma. Koma untuk waktu yang cukup lama. Setelah 9 hari aku menunggui dia, akhirnya dia tersadar. Sayangnya, dia tak ingat apa-apa. Dia tidak ingat siapa namanya, di mana rumahnya, dan apa yang sedang dia lakukan di pantai saat kecelakaan itu terjadi. Tak ada yang dia ingat. Dia amnesia total. Dokter bilang, gadis itu bisa memulihkan kembali memorinya, namun membutuhkan waktu yang lama. Aku kasihan pada nya. Aku tak tega melihat raut wajahnya yang kebingungan. Akhirnya, aku mengajaknya untuk tinggal di rumahku, bersamaku. Hari-hariku kuhabiskan dengan berusaha membantu gadis itu mengembalikan ingatannya, namun hasilnya sama saja dari hari ke hari. Dia tak ingat barang satu hal pun dari masa lalu nya. Tapi.. aku merasa ada sesuatu yang aneh terjadi padaku. Pada perasaanku. Pada hatiku. Lama-kelamaan aku jatuh cinta pada gadis itu, begitu juga sebaliknya. Hal ini membuat aku malah berharap yang sebaliknya, aku berharap ingatan gadis itu tidak akan dan tidak pernah kembali lagi. Karena aku mencintainya dan tak mau kehilangan dia.

-----

Pangandaran, 26 Oktober 2012.
Aku dan gadis yang kucintai sedang duduk di tepi pantai. Aku masih berusaha membantunya untuk mengingat kembali masa lalunya, meskipun yang kuharapkan adalah agar ia tidak bisa mengingat apapun. Kulirik ke samping. Dia sedang melamun.. apa jangan-jangan dia mulai ingat ya..
“Ren.. kenapa bengong?” tanyaku ingin tahu. Ia tersadar lalu tersenyum lembut padaku.
“Nggak apa-apa Tang, enak aja di sini, ngeliat pantai rasanya jadi nyaman..”
“Ren.. di pantai ini aku nemuin kamu..” ucapku pelan.
“Iya, aku tau kok, hehe, kamu udah bilang berkali-kali..” sahut Renata sambil tersenyum manis.
“Iya.. waktu itu aku mau nenangin pikiran, sekalian hunting foto.. eh yang aku temuin malah badan mengambang,” lanjutku sambil menerawang, mengulang kejadian yang sudah kuceritakan beratus-ratus kali padanya. Ia tertawa kecil.
“Hahaha, eh kamu takut gak sih waktu nemuin badanku ngambang begitu?” tanyanya padaku. Aku tersenyum kecil.
“Ya iyalah, aku kaget banget. Malahan tadinya aku gak mau megang kamu, nyamperin badanmu aja aku nggak mau.. aku pikir kamu itu udah jadi mayat.”
“Ya terus kenapa kamu akhirnya nolongin aku? Katanya takut..” tanya Renata bingung. Aku menatapnya dalam.
“Waktu aku ngeliat muka kamu, aku ngerasa gak asing..” jawabku pelan. Wajahnya terlihat semakin jenaka saat ia kebingungan seperti itu. Ah, betapa aku mencintai gadis ini..
“Familiar gimana sih? Emang kita pernah ketemu? Dimana? Kok aku gak dikasih tau dari dulu..”
“Hmm.. jadi gini, dulu tuh aku sering banget mimpi, ada bidadari yang datang dari surga nyamperin aku. Nah muka kamu tuh mirip banget sama bidadari di mimpi aku itu..” jawabku asal. Renata menggodaku.
“Duh.. jadi aku bidadari nih? Bidadari yang turun dari surga? Hehehe..” katanya sambil tersenyum. Aku tertawa.
“Hahaha, udah ah! Kita jadi ngomong ngelantur, gak jelas ke mana arahnya! Nah sekarang kamu udah inget sesuatu belum?” aku mencoba bertanya lagi. Renata hanya menggeleng polos.
“Nothing, gak inget apa-apa nih Tang.”
“Yaah, jadi yang ada di pikiran kamu itu apa siih..” tanyaku mulai putus asa. Renata terseyum jenaka.
“Bintang. Aku cuma mikirin cowok yang namanya Bintang.”
“Loh kok aku sih.. dasar, udah ah! Nih ya, sekarang serius! Coba kamu fokus deh, kamu fokus.. konsentrasi dan sekarang tutup mata kamu.. merem loh ya jangan ngintip!” aku berujar ke telinganya sambil memegang kedua tangannya lalu menutup matanya sendiri.
“Iya, udah, nih aku gak ngintip.. terus?”
“Kamu tarik nafas panjang.. terus buang. Nah, iya, kayak gitu. Sekarang kamu rileks.. santai.. lemesin semua badan kamu..”
“Nih aku lemesin..”
“Yap, kayak gitu. Terus sekarang kamu dengerin suara pantai ini.. sambil tetep harus fokus dan konsentrasi. Dengerin baik-baik.. suara debur ombaknya.. suara burung-burung camar.. desau angin di sekitar kamu.. suara gesekan dedaunan.. dengerin sambil tetep fokus dan rileks.. nah sekarang, sambil tetep tutup mata, apa yang kamu lihat, bilang sama aku.”
“Aku lihat.. cowok..” ujar Renata pelan. Aku kaget. Aku takut kalau-kalau dia mulai ingat semuanya tentang dirinya di masa lalu..
“Cowok? Kayak gimana?” aku mencoba bertanya.
“Iya.. cowok.. tatapan matanya hangat.. rambutnya agak cepak.. bibirnya sedikit tipis.. sukanya merokok..”
“Ah itu mah aku Ren..” kataku pelan sambil diam-diam tersenyum. Ah, aku sudah gemetaran tadi.
“Hahahahahahahaha...” Renata tertawa lebar. Aku kembali mengarahkan dia.
“Fokus dong Renata.. kamu pingin ingatan kamu balik lagi gak sih? Ayo dong..” bujukku padanya.
“Nggak! Aku gak minta ingatanku untuk kembali lagi. Aku udah seneng begini.. buat aku udah cukup, udah ada kamu yang selalu jadi penghangat hidup aku. Kenapa sih kamu selalu memaksa aku buat inget-inget lagi masa lalu aku? Aku yang lupa aja gak mau tau, tapi kenapa malah kamu yang maksa aku.. aku lupa, aku gak inget semuanya, Tang, but it’s fine. Aku gak peduli masa lalu aku,” jelas Renata panjang lebar. Aku menghela nafas.
“Tapi Ren, kamu harus tetep inget. Kamu gak boleh ngebuang semua itu begitu aja.. nama Renata aja aku yang kasih kan? Masa kamu gak mau tau sih kamu itu dulu siapa? Siapa tahu hidup kamu itu ternyata dulunya bahagia dan menyenangkan, cuma gak sengaja aja hanyut sampai ke Pangandaran,” tanyaku bertubi-tubi padanya. Renata menggeleng.
“Emang kamu bisa dan berani jamin kalau hidup aku dulu bahagia? Siapa tau aja dulu tuh aku emang lagi depresi, terus aku sengaja dateng ke Pangandaran dan aku bunuh diri di sini, tapi kamu selametin!” jawab Renata menyampaikan argumennya. Aku mulai putus asa.
“Ya udah, udah. Terus sekarang mau kamu apa?” tanyaku pelan.
“Aku.. mau kita begini terus, Bintang. Aku udah bahagia dengan hidup aku yang begini, yang sama kamu. Emangnya kenapa sih? Kamu gak bahagia ya?” tanya Renata sedih.
“Gimana ya Ren.. menurut aku, kamu harus tetep tau, siapa kamu, kalau kamu punya keluarga kan kasihan mereka, pasti mereka khawatir banget sama kamu Ren..” jawabku sembari melihat jauh ke tengah pantai. Renata menggeleng.
“Tang.. udah hampir dua bulan aku di sini.. kamu yang nemuin aku sekarat di pantai ini, kamu yang bawa aku ke dokter, kamu yang ngerawat dan ngejagain aku selama ini. Dan mana? Selama itu juga, gak ada orang yang nyariin aku kan? Pangandaran gak luas, Tang. Harusnya, kalau emang mereka khawatir, mereka pasti udah nemuin aku, udah bawa aku pulang sekarang..”
Nggak Ren, Renata, liat aku, kamu harus bisa inget.. kita coba sekali lagi ya.. coba kamu merem… fokus sekali lagi.. tutup mata kamu.. tenang..” ucapku perlahan-lahan. Tapi Renata memberontak.
“Nggak mau ah, capek! Cukup Tang aku gak suka!”
“Ayo dong. Sekarang kamu merem.. yuk pegang tangan aku, nih ya sekarang kamu coba rasain dan inget sesuatu.. pasti ada kan? Ada yang muncul kan Ren?” tanpa sadar aku kembali memaksa Renata. Renata membuka matanya.
“Malu ah.. abis kamu nya ngeliatin aku kayak gitu..” ucapnya manja. Aku pun menutup mataku.
“Yaudah, nih aku juga merem ya.. kamu merem.”
“Oke, tapi kamu gak boleh ngintip ya! Janji!” kata Renata terdengar bersemangat. Aku mengangguk saja.
“Oke, sekarang kita sama-sama merem, kamu coba fokusin pikiran kamu.." Dan tiba-tiba, sebuah ciuman mendarat di pipiku. Hangat dan menenangkan.
“Aku gak bisa inget apa-apa, Bintang. Karena yang aku inget itu cuma kamu. Kamu dan kamu.”

-----

Pangandaran, 8 Agustus 2013.
Hari ini aku pulang larut malam, pekerjaanku hari ini sangat padat, aku sibuk seharian. Renata hanya menungguku dengan sabar di rumah. Aku pulang denga perasaan penat dan letih, tapi juga senang karena ada Renata yang menungguku. Dia penyemangat hidupku. Dia lah alasanku untuk tetap semangat menjalani hidup, hanya dia.
“Reeen? Renataaa.. Reen kamu dimanaa?” tanyaku setengah berteriak saat memasuk rumah. Tak lama, dia datang berlari pelan menghampiriku, sambil manghambur ke pelukanku.
“Bintaaang kamu kemana aja sih kok pulangnya lama banget.. aku khawatir tau..” jelasnya dengan raut muka sedih yang dibuat-buat. Aku tersenyum lelah sambil menghempaskan tubuh di sofa.
“Ya maaf dong sayang, tadi sibuk banget hunting foto disana-sini..”
“Aku kan kangeeen, kamu gak ngerti ya..” ujarnya sambil pura-pura cemberut.
“Aku juga kangen banget tau..” jawabku sambil tersenyum.
“Tapi aku kangen duluan, jadi aku lebih kangen sama kamu! Hahaha..” kata Renata manja.
“Aku duluan tau, tapi aku ngonongnya dalam hati.. Hahaha,” balasku.
“Ah bohooooooooooong!”
“Ah enggak sueeeer deh! Hahaha, beneran kok sayang, ini bunga buat kamu..” kataku sambil menyerahkan sebuket bunga mawar merah padanya.
“Awas kena duri ya, nanti kamu berdarah, aku gak mau kamu sakit,” omelku.
“Aaah bagus banget sayang.. kok tumben sih.. makasih banget yaa..” kata Renata manja sambil mencium pipiku.
“Soalnya.. hari ini hari yang spesial banget.”
“Spesial kenapa? Emang ada apa?” tanya Renata bingung. Aku menatapnya dalam.
“Hmm, coba kamu inget-inget lagi deh.. oh iya, ini, aku beliin kue buat kamu, aku bawa blackforest nih kamu pasti mau kaan..”
“Aaah suka! Suka bangeeeeeeet makasih banget Tang.. tapi kok ada tulisan Happy Birthday nya? Emang siapa yang ulang tahun? Kamu?” tanyanya ingin tahu. Ia memiringkan wajahnya padaku. Aku tersenyum.
“Kamu.”
“Hah? Aku? Tapi kan..”
“Iya, kamu kan nggak pernah inget kamu siapa, kapan ulang tahun kamu.. jadi aku pakai tanggal ini, tanggal setahun setelah aku nemuin kamu di pantai sebagai hari ulang tahun kamu, gak apa-apa kaan?”
“Beneran nih? Aaaah aku seneeeng banget.. terus sekarang umur aku berapa dong?” tanyanya lugu. Aku berpikir sejenak.
“Hmm, umur aku kan 23. Berarti kamu harus lebih muda dari aku.. gimana kalo 22 aja?” aku menawarkan padanya.
“22? Uuuuummm boleh deh! Kalau gitu hari ini jadi ulang tahun aku yang ke dua puluh dua! Yeaaay aku seneng bangetttt..”
“Aku seneng deh liat kamu bahagia gitu.. nah sekarang aku nyalain lilin nih. Sebelum kamu tiup, kamu merem dulu, dalam hati kamu make a wish ya..”
“Oke.. aku merem nih ya.. aku make a wish nih ya..” jawab Renata sambil menutup kedua matanya.
“Udah belum? Lama banget make a wish nya..” tanyaku setelah sekitar 4 menit dia diam.
“Belooom!”
“Lama amat sih..”
“Wishes aku ada banyaaak banget jadi lama hehehe..” jawab Renata. Wajahnya manis sekali. Aku mendekati nya dan kucium keningnya lembut.
“Aku sayang kamu, Ren..” aku berbisik pelan.
“Ya Tuhan, semoga tahun ini, tahun dan tahun-tahun selanjutnya aku selalu bisa sama Bintang..”
“Ehh eh kok wish nya diucapin, kok dikasih tau sih?” aku bingung. Renata tersenyum.
“Iya aku sengaja, gak apa-apa biar kamu bisa aminin..”
“Yaah kalau make a wish ketauan sama orang lain, bisa-bisa gak kekabul loh!” ancamku berbohong padanya.
“Waaah masa sih? Aaaaah gimana dongg huhu..”
“Hahahaha aku bohong.. segitu takutnya ya gak sama aku lagi?” tanyaku iseng.
“Ah dasar kamu nyebelin. Ngeselin gak asik ah.” Aku tersenyum lalu mencium pipi Renata.
“I love you, Renata..”
“Love you more, Bintang..”

-----

Pangandaran, 30 Oktober 2013.
Sudah lebih dari satu tahun aku menjalani hidupku dengan Renata. Walaupun dia tidak bisa mengingat masa lalunya, tapi sekarang dia punya memori baru bersamaku. Sayangnya.. hari ini ada sepasang orang tua yang datang menemuiku di pantai saat aku sedang mencari objek foto. Mereka bilang, mereka orang tua Renata. Mereka akhirnya menemukan jejak Renata yang hilang setahun yang lalu, setelah mengumpulkan informasi dari mana-mana. Saat aku membawa orang tua Renata ke rumahku, dan mereka bertemu.. secara perlahan dan otomatis, ingatan Renata kembali. Ingatannya mulai pulih.. ia mulai tahu masa lalunya seperti apa. Akhirnya, orang tua Renata meminta tolong padaku agar membantu Renata mempersiapkan kepulangannya hari itu juga. Aku hanya meng-iya-kan, walaupun hatiku sangat pedih, karena hal yang selama ini kutakutkan akhirnya terjadi. Cintaku akan pergi meninggalkan sebelah hatinya disini, terluka parah..
“Ren.. udah rapi semuanya?” tanyaku mencoba membantunya membereskan barang bawaannya.
“Udah Bintang.. udah siap kok.. udah rapid an udah beres semua, tinggal dimasukin aja ke mobil, terus pergi deh..” jawabnya sambil mengeluarkan tas nya dari kamar. Aku membantu mengangkat koper satunya.
“Mama dan papa kamu di mana? Kok nggak keliatan lagi?” tanyaku, melongok mencari-cari.
“Mereka nunggu di bandara, katanya mau ngasih aku waktu buat say goodbye sama kamu..” katanya pelan. Aku menghela nafas berat.
“Well.. mau berangkat sekarang aja, sayang?” tanyaku, pedih di dalam hati.
“Jangan panggil aku pake kata sayang.. bikin aku makin berat buat pergi jauh ninggalin kamu,” ucap Renata pelan. Air mata nya mengambang di pelupuk mata nya. Aku tak tahan. Aku tak mau dia menangis.
“Berat itu buat orang yg ditinggalin.. aku masih disini, di tempat yang sama. Di tempat cerita kita dimulai dan berakhir, Ren..” Renata lalu terisak pelan. Ia menatapku dengan matanya yang berair.
“Tang.. kalau aku boleh milih.. aku rela Tang. Aku rela.. aku gak apa-apa kalau keluarga aku nggak nemuin aku.. aku lebih suka di sini sama kamu.. aku rela ingetan aku gak balik asal bisa sama kamu.. aku gak peduli siapa aku sebenernya, aku gak mau jadi diri aku yang asli, aku mau kita selalu bareng, aku.. aku gak bisa kalau gak sama kamu..”
“Dulu, aku selalu berusaha, biar ingatan kamu balik.. biar kamu bisa tau siapa kamu, dari mana kamu, kamu kenapa bisa sampai di sini, siapa keluarga kamu.. tapi sekarang semuanya udah ada Ren, udah di depan mata kita, semua udah terpampang nyata dan kita udah gak bisa nolak.. kamu harus terima keadaan, harus terima realita.. keluarga kamu udah nemuin kamu, udah datang ke sini nyariin kamu.. sekarang ingatan kamu udah balik, keluarga kamu datang, kamu udah tau semuanya tentang masa lalu kamu, tapi malah gini jadinya.. harusnya aku seneng.. maaf Ren.. maaf karena aku sedih.. maaf ya.. sekarang kamu kuat.. aku mau Renata yang kuat! Renata yang selalu jadi penyemangat hidup aku.. yang jadi alasan aku untuk terus bertahan hidup, untuk gak putus asa.. kamu pasti bisa tanpa aku, pasti! Percaya sama aku Ren..”
“Pas ketemu mereka, aku sadar Tang, aku inget semuanya, mama, papa, pacar aku.. semuanya. Aku jadi sadar selama ini aku gak pernah mau nginget tentang mereka itu karena ada kamu Bintang.. karena kenyamanan aku sama kamu.. sekarang, ngeliat kita yang jadi begini, aku berharap ingatan aku gak akan pernah balik lagi..”
“Apapun yg terjadi di depan kamu.. aku yakin kamu pasti kuat ngadepinnya.. kamu harus bahagia Ren, harus. Sama keluarga kamu.. sama pacar kamu.. yang asli.”
“Tapi yang aku tau, pacar aku itu kamu. Bukan dia. Kamu tau rasanya kan Tang.. kita sama-sama saling sayang, tapi nggak bisa bareng, gak bisa nyatu? Sakit Bintang..”
“Lebih baik abis ini kita jangan pernah berhubungan.. cuma bikin kita berdua tambah sakit..” jawabku pelan.
“Bintaaaang.. aku gak bisa.. aku sayang banget sama kamu..”
“Udah.. udah ya.. jangan nangis lagi. Udah cukup. Yuk aku anter.”
“Udah nggak usah.. biar aku sama supir aja.. tolong jangan ikut.. kalau kamu ikut aku gak akan pernah bisa… ninggalin kamu, Tang..”
“Ya udah.. oke, berangkat sana.. sebentar lagi pesawat kamu boarding. Nanti telat.."
“ Oke.. boleh aku peluk? For the last time..”
“Sure..” Aku memeluknya sangat erat. Aku tak mau kehilangan dia.. tidak. Tapi aku bisa apa? Bukan hak ku untuk memisahkan orang tua dengan anaknya.. itu sangat kejam.
“Baik-baik ya disana..”
“Iya.. kamu juga baik-baik di sini.. jangan kebanyakan ngerokok..”
“Janji dulu sama aku, kalau di sana, kamu bakal bahagia.. apapun yang terjadi.. tanpa aku..”
“Iya.. aku janji.. karena aku bahagia asal kamu bahagia.. karena aku sayang banget sama kamu Tang..” katanya pelan. Lalu ia menciumku lama, lama sekali. Seakan-akan kami tak akan bertemu lagi. Seakan-akan, ini jam-jam terakhir kami..
“Love you..”
“Love you more.. take care Ren..” kataku di saat terakhir itu.

Dan dia pun berlalu. Pergi. Jauh.

-----

Pangandaran, 31 Desember 2013, pukul 11.50.
Aku sedang berjalan sendirian, menyusuri pantai yang sudah lama menjadi rumah bagiku di saat kepenatan dunia menyerangku. Aku berjalan dalam diam. Membiarkan pasir-pasir masuk melalui celah-celah jari kakiku Membiarkan debur ombak kecil membasahi telapaknya. Membiarkan semilir angin menusuk hingga ke tulangku. Membiarkan semua kenangan itu dicuci bersih dari hati dan pikiranku.. Renata..
“Bintaaang!” suara itu… mungkinkah? Aku menoleh.
“Reen? Renataa? Ini.. beneran kamu?” tanyaku setengah tak percaya.
“Tuh kan bener, dari belakang aku udah tau kalo itu kamu..” katanya sambil tersenyum lebar.
“Gimana kamu? Sehat? Sama siapa ke sini?” tanyaku bertubi-tubi padanya. Bagaimana tidak, aku sangat rindu padanya!
“Aku sama keluarga aku.. eh gimana kerjaan kamu? Lancar? Orderan foto masih banyak?”
“Oh masih dong.. hehe. Makin banyak kok. Kamu apa kabar.. aduh aku kaget banget liat kamu di sini.. gak tahu lagi mau ngomong apa.. udah kesenengan duluan..”
“Hehehe samaaa! Dari pas tadi aku liat punggung kamu aku udah seneeeng banget!”
“Hahaha dasaaar, sekarang kamu kerja apa?”
“Aku berkali-kali dapat tawaran buat kerja di Pangandaran, tapi selalu aku tolak.. aku takut keinget kamu lagi, Tang..”
“Segitunya ya..”
“Iyaa! Ini pertama kali nya aku berani nginjekin kaki aku lagi di pasir pantai Pangandaran, dan aku udah mulai bisa terima kenyataan dan realita kalau aku sama kamu harus pisah dan emang gak bisa nyatu..”
“Kamu ke sini buat liburan sama keluarga kamu?” tanya ku pelan. Renata menggeleng.
“Nggak cuma itu kok.. aku juga ke sini buat tunangan.. oh iya Tang, kamu mau gak jadi fotografer di acara pertunangan aku nanti?” tanya Renata perlahan-lahan. Aku terdiam sejenak. Aku harus sadar.. aku harus terima kenyataan yang sudah ada di depan mataku! Aku harus melupakan Renata..
“Iya, boleh deh. Tapi nanti aku ajak fotografer lain ya?”
“Boleh..”
“Iya, dia pacar aku yang baru..
aku sekarang udah mulai nyoba untuk mencintai orang lain, seperti saat aku mencintai kamu dulu..
“Aku pegang janji aku ke kamu kan Tang? Aku pasti bakal bahagia.. karena sekarang aku bahagiaaa banget ngeliat kamu udah punya pasangan baru.. kamu udah punya kebahagiaan kamu.. buat aku, kamu bahagia udah cukup..”
“Aku.. aku juga bahagia liat kamu bahagia, Ren.. langgeng ya sama pacar kamu..”
“Iya.. makasih.. kamu juga ya! Jangan bikin aku sedih..”
“Eh Ren! Bentar..”
“Iya? Kenapa?”
“Nama asli kamu.. siapa?”
“Nama asli aku.. emang Renata, Bintang. Renata. Kamu tepat banget ngasih nama itu ke aku. Karena itu memang nama asli aku.. makasih banget buat semuanya ya, Tang.. karena kamu, aku udah bisa menghadapi kenyataan ini, aku mau mencoba menjalani hidup aku, aku mau ngejalanin apa yang ada di depan mata aku..”
“Makasih juga Ren.. cinta memang banyak bentuknya.. dan gak semuanya bisa bersatu.. kita gak bisa bersatu.. tapi setidaknya aku pernah ada di hati kamu, dan kamu pernah ada di hati aku, Renata.. thank you so much.”
“Eh. Liat deh. Itu banyak fireworks.. udah tahun baru, Tang!”
“Gak kerasa ya.. udah segini lamanya kita bareng..”
“Selamat tahun baru, Tang.. kita sahabatan kan?”
“Selamat tahun baru, Ren.. kita sahabatan. Selamanya.”