Selasa, 30 Juni 2015

Sama.

Ketika mengingatmu, aku jadi seringkali menyesal.
Menyesal karena kamu yang terlalu tidak sabar untuk menunggu, terlalu terburu-buru untuk pergi. Atau hanya sekedar menyesal, tidak mengucapkan selamat tinggal lebih awal.

Yang pada akhirnya membuat aku semakin terjerumus. Jauh. Terlampau dalam.
Ke dalam pusaran 'kita' yang tak kunjung berhenti menyedot ingatan sampai suara rongga udara terdengar ketika semuanya sudah habis terserap kehampaan diri.

Kamu memang tidak pernah tahu sedih dan perihnya semua ini seperti apa.
Yang kamu tahu hanyalah;
kamu salah,
aku luka,
dan sudah.

Aku terus memutar ulang sesuatu yang sebenarnya tak ingin kubongkar lagi. Seperti kucing dalam karung yang meraung ingin lepas bebas keluar, mengharapkan limpah ruah oksigen dibanding pengapnya kelusuhan yang mengurung.

Semua yang kurasa sudah, cukup, berakhir, dan kubuang jauh ke dasar, seketika meluap bagai lahar panas gunung berapi. Meletus begitu saja, mendadak menguap mencari perhatian, tak mau terlupakan, panas menyecar ke dalam hati dan membuatnya jadi naik tergenang di pelupuk mata.

Sulit mengungkapkan bagaimana semua itu terus-terusan ingin diperhatikan, ingin dikuak kembali, ingin diingat, lagi, dan lagi.

Aku tidak tahu harus menulis apa. Yang mana, bagian apa lagi? Kurasa cukup mudah untukmu menebak apa yang aku pikirkan.

Jujur, lelah otakku bekerja mengakali semua kejadian yang tak mau aku anggap benar adanya ini. Terlalu malas untuk kembali didorong masa lalu dan terus tak jelas melambung-lambung di atas trampolin. Selalu kembali, selalu kamu yang memulai, selalu kamu yang tak ingin menyudahi.. tapi terlanjur sampai di titik ini. Dan kamu berusaha untuk menyudahi dengan cara.. melupakan dan minta dilupakan.

Yakinkah bisa?

Kamu dan otakmu yang kontra.
Kamu dan hatimu yang pro. Yang selalu mengelak ketika senyatanya jawabanmu adalah setuju.
Kamu yang selalu mendasari semua dengan otak. Logika. Pahit.
Berpikir keras mencari jalan agar bisa menang mutlak atas apa yang ingin hatimu lakukan, tapi sering kali kamu hanya terjun ke dalam pusaran kegagalan. Lagi-lagi.
Batinmu.

Aku kesal, kadang marah dan benci, pada diriku sendiri. Jujur, aku selalu nampak bodoh dalam masalah ini. Selalu bisa luluh dengan semua kepolosanmu. Entah benar atau tidaknya, aku pun meragu.
Ragu karena sebenarnya mau. Tapi takut.
Takut karena aku tahu kamu.
Bagaimana kamu..
Seperti apa kamu..
Aku tahu.

Perasaanmu yang mengalahkan ringannya kapas terombang-ambing di udara bersama tujuan yang entah kemana.
Membuatku merasa harus benar-benar waspada atas apa yang kamu lontarkan.
Tentang perasaanmu yang katanya begitu nyata, tulus, dan pasti. Terhadapku.

Aku tak mau mati menyesal hanya karena terlambat mengucapkan apa yang ingin aku ucapkan, mengetahui apa yang tidak aku ketahui, menyadari apa yang seharusnya aku sadari. Aku sama sekali tidak peduli dengan sikap menghindarmu, juga akan ketuk palu penolakanmu. Sungguh tak peduli. Meskipun sebenarnya ada rasa takut kalau pada akhirnya aku lagi yang kembali harus menelan kepahitan.

Apakah kita yang serumit drama? Atau drama yang menyamai kerumitan kita? Kembalinya memori tentang 'dulu' yang ada 'kita' di dalamnya sudah cukup membuatku mual untuk mengingat semua rasa yang pernah dikecap. Ulasan tentang satu kata yang bisa menyedot kembali aku ke dalam lubang waktu yang berlari mundur mengekor alur.

Aku ingat semua, jangan khawatir. Aku hanya berusaha tidak ingat. Bukan tidak mau ingat, tapi terus-terusan teringat akan kamu membuat otakku diketuk-ketuk sampai pecah oleh pertanyaan 'kenapa' yang menusuk.

Mengingatnya membuat semua terasa berat. Lelah. Padahal aku bukan kura-kura, tapi aku seakan menggendong cangkang kosong yang isinya berusaha aku tarik keluar.
Namun tetap saja.
Cangkang kosong.

Cangkang yang pernah dipenuhi angan dan mimpi, rasa sakit bercampur kenyataan yang pahit, egoisme menyatu dengan kebebasan, padunya cinta dan dunia nyata, reaksi dari segala suasana hati dan pikiran, juga ingatan yang selalu terulang-ulang inti ceritanya, menggulung-gulung di ruang cangkang tanpa udara.
Tanpa mau dilupakan.
Tanpa mau dibuang.
Tanpa setitikpun bentuk, tapi padat maknanya. Membuat semuanya terasa lamban dipikul, padahal sudah sekuat tenaga kupaksa berlari kabur.

Kalau kamu mau, bisa kutulis semua keluh kesahku atau segala yang berkaitan dengan 'dulu' milik kita, jangan cemas. Aku bisa menulis itu semua. Percaya atau tidak, semua yang kuucap menjadi kenyataan.

Kamu selalu bisa membuka pintu ini dengan mudah, padahal sudah dikunci sangat rapat.
Memberi efek reaksi yang sama, padahal sudah kadaluarsa.
Mencairkan dengan sinar hangat yang sama, padahal sudah lama beku.
Menerbangkan kabut tebal dengan sekali hembus.
Membuka celah untuk kelegaan bagi ruang sesak yang suram.

Seperti membangkitkan kembali detak jantung yang hampir berhenti, dengan irama yang sama, ketukan yang sama, tak pernah berubah, walau sudah divonis akan mati dan tak bisa diharapkan lagi. Tentu kamu mengerti maksudku, kan?

Aku bingung.

Sebenarnya di antara kita, siapa yang salah?

Dengan semua kejadian yang tidak pernah ada habisnya ini, aku selalu merasa kita berdua adalah dua orang bodoh yang selalu mengikat kuat perasaan, saling tarik dan menarik, tapi tak kunjung kendur. Keduanya memang sangat bodoh dan keras kepala. Saling tidak mau melepas apa yang mereka jalin. Tidak mau keluar dari jalur dan kecipratan caci maki alam semesta. Dua manusia bodoh yang sama-sama mengaku cinta, tapi enggan menyatu. Enggan beranjak memecah balon-balon zona yang sedang nyaman-nyamannya menjadi bulat. Padahal dua orang bodoh itu berdiri berseberangan, dalam pijakan kaki lurus sejajar, mengurung diri dalam sangkar tanpa jeruji.

Bodoh.

Dunia memang kejam kalau sudah mencibir. Melecehkan ungkapan yang telah terlontar dari mulutmu. Jika kau tahu apa maksudku.. ya.. prinsipmu itu.
Terlalu kelu lidahmu untuk mengatakan bahwa sejujurnya memang kamu kadang memiliki harapan yang besar untuk kembali. Tapi kukuhmu tak membiarkan itu. Seolah menentang garis lurus yang tak boleh jadi bengkok seinci pun.
Kamu memang tidak pernah mau mengaku. Tapi aku tahu kamu juga menyesal. Menahan sesak dan mencoba lupa. Menguatkan diri untuk tetap bertingkah mulus tanpa cacat. Tapi bayanganku ada di belakang, dan kamu selalu menoleh untuk itu. Tanpa harus berkelok pun sebenarnya kamu bisa. Tapi martabatmu bagai memberi lampu sorot dari arah depan, mengajakmu secara kasat untuk berhenti menggunakan hati untukku.

Kembali ke dua orang bodoh yang sama-sama menyiksa diri. Giliran aku yang juga tak ingin kalah.
Benar adanya ingin membuktikan bahwa aku bisa, maju, tanpamu. Seolah aku bisa apapun tanpa kamu tuntun. Sayangnya.. tak bisa.

Yang ada, aku hanya menyiksa diri sendiri. Bagai mayat hidup, yang bisa kulakukan hanya diam dan menangis. Hanya menatap kosong ke arah yang tak ku tahu pasti. Membiarkan air mata terus jatuh, tanpa isakan, tanpa teriakan. hanya diam, menatap hampa, dan dari pelupuk mengalir deras, terus hingga kini.


Iya.
Ucapan yang menjadi kenyataan itu adalah kamu, dengan keberadaanmu itu. Kamu memang berbeda. Jauh dari semua rasa yang pernah aku cicipi. Semua panorama yang pernah aku tatap. Semua wujud yang pernah aku sentuh. Semua wewangian yang pernah aku hirup.
Kamu berbeda, jauh berbeda, dari semua hati yang pernah aku kasihi.


Cintaku?

Tak berbentuk dan tak berwujud. Begitu saja mengalir bolak-balik menyusuri arus pikiranku. Kamu itu apa, aku tidak tahu. Yang aku tahu hanya kamu memang benar hanya satu. Entah bagaimana aku harus menggambarkannya.. kamu seperti gumpalan yang bisa berubah ujud tiap saat. Detik ini datang membuat senangku meluap, berikutnya pergi membawa hati ini berurai.
Lebih rumit sampai tak terdeskripsikan.
Lebih mudah sampai bingung mau mendeskripsikan yang mana.

Menarik, ya? Mengulas kembali sesuatu yang dianggap sudah mati, padahal belum satu nafas pun yang ia lewati.

Aku tahu sekarang kamu sedang terkejut membaca ini.
Mungkin setuju.
Malu.
Mungkin tahu.
Mungkun mengiyakan seratus persen benar adanya.
Atau malah mungkin merasa tersinggung.
Sinis.
Merasa tidak seperti itu.
Dan mungkin terkuak rasa tidak setuju.

Semuanya terserah padamu.
Apa yang aku rasa, aku lihat, aku dengar, semuanya melemparkan serpihan-serpihan isyarat itu.
Satu persatu muncul dan terlintas begitu saja.

Maaf kalau semua yang aku tahu dan aku rasa tidak selaras dengan apa yang kamu tahu dan kamu rasa.

Tapi kukira..... sedikit banyaknya, kita sama.

Rabu, 03 Juni 2015

26

So, there was this 'someone' and 'anonymous' person who ask me;

"Laki-laki kayak gimana yang susah ditemuin di jaman sekarang ini?"

---

Kayak Satriya.
Hahahahahahahaha oke baiklah first of all, he's mine. So of course that'd be a reason, too.
Tapi banyak alasan lain *caelaaah*.

Actually, susah cari cowok yang kalo ngambek atau lagi marahan tuh dia minta waktu buat menyendiri dulu. Terus dia diem. Kalo udahan marahnya, udah sama-sama tenang, baru dia nongol lagi. Ngajak ngobrol. Minta maaf even sebenernya bukan dia yang salah (kayak pernah berantem yang gak penting cuma karena aku emosi efek pms jadi segala dimasalahin). Dia minta maaf itu bikin aku sendiri gak enak ke dia, jadi aku minta maaf juga. Jadi maaf-maafan. Manja-manjaan lagi deh. Senangnyaaa~

Susah cari cowok yang kalo aku kasih tau, dia mikirin omongan aku, bukannya ngebales ngomong tanpa mikir panjang dulu.

Tapi paling susah cari cowok yang semarah-marahnya dia, dia masih lebih mikirin 'KITA' dan aku sebagai pasangannya daripada dirinya sendiri. Gosh.

---

You know, like, kalo pacarku udah marah, ngeri nya bukan main. Serem. PARAH.
Kemarin-kemarin aja aku gak ngomong berhari-hari sama mamaku. Jadi mamaku becanda soal dia gitu. Aku cerita lah ya. Terus dia jadi sakit hati gitu.. topik becandaan mamaku simple sih. Aku keterima kuliah di UPI. Like you know UPI itu segede apaaa dan jalanannya naik turun melingkar-lingkar dan gak bisa naik kendaraan sampe dalem, cuma boleh sampe parkiran. Kemarin aku semacam survey gitu ke kampus. Pulangnya aku ngeluh.
"Ma, capek. Turun angkot di ujung atas, taunya gedung fakultasku dibawah. Gimana nanti.."
"Ntar-ntar cari pacar anak UPI lah biar terjamin."
Maksud mamaku kan simple, biar ada yang anter jemput sama megangin aku gitu. Becanda sih, gak lama kita ketawa aja. Nah aku cerita ke Satriya.
Dianya sakit hati :(
"Ya aku mah apa atuh, megangin kamu setaun paling cuma sekali, ketemu jarang, jagain kamu jarang, gak bisa nemenin kemana-mana, bener kata mama kamu, aku ikhlas kok diduain, asal kamu seneng dan kamu masih sama aku."
EBUSET GAK TUH. SEUMUR-UMUR BARU DIA YANG NGOMONG GITU HUHU.

Terharu sih. Kok rela bener tersakiti demi gue doang..
Merasa bersalah juga karena mamaku ngomong gitu.
Mamaku sampe minta maaf.
Aku minta maaf berkali-kali juga. Terus ya aku agak gimana gitu sama mamaku, karena jadi berantem parah banget sama Satriya. Ya tapi sekarang udah baikan lagi semuanya yeay!

Itulah yang aku maksud dia mentingin 'KITA' dan aku sebagai pacarnya. Sedih kalo diinget-inget. :(

---

Kalo lagi berantem dan kita beda pendapat, aku tau sebenernya dia tuh ngeiyain, tapi dia nyangkal. Mungkin karena lagi emosi, jadi sama-sama ego. Jadi terus aja bales-balesan chat tuh marah-marah.
Until in the end, dia cuma ngeread chat ku aja.
Disitu aku tau, dia lagi mikir, lagi nenangin diri dan ngeredam emosi.

---

It's both a bless and also a curse for being his lover. I don't know how can I love him this much. But as the time goes by, we both realized that we need each other, badly. Dan dia kayak copy an aku secara nyata.

Sama-sama keras. *lah, ambigu, ini kalo doi baca pasti ngakak*
Sama-sama baper.
Tukang marah.
Pundungan.

Tapi sebisa mungkin aku dan dia selalu ada alasan untuk bertahan. Stay, in each other.

---

Pernah, tahun kemarin, sekitar bulan-bulan akhir 2014, kita putus sebentar. I swear I won't let him go again. Gak enak. Sepi, cuma bisa nunggu di timeline kali aja dia nongol. Cuma bisa liatin screenshot lucu dan sweetnya dia. Cuma bisa sedih..

Dan taunya dia juga sama.
'Gak ada yang manggil aku gendut lagi,' katanya.
Gak ada yang ngambek-ngambekin.

Then we knew that we shouldn't do that. Terus yaudah, kita balikan, setelah ngeberesin masalah pelik.

---

Ada lagi yang bikin dia masuk kategori 'susah dicari jaman sekarang'.
Look at this:

Itu ceritanya aku lagi ngambek. Tapi langsung melting. Hehehe.
Udah paling gak bisa marah kalo dia manja-manja gitu. Udah, ambil aja hayati, mas..

And this, yang ini kemarin siang pas dia aku suruh tidur:
Sejujurnya aku males ngetik balesan soalnya lagi nonton dan di lantai bawah gak ada sinyal. Jadi kupikir yaudalah. Eeehhh dia nya protes love you nya ga dibales.. Siapa yang nggak makin love sih :')

That's it. Manjanya, susah dicari. Jangankan di chat. In person, kalo lagi ketemu, kerjaannya cubitin idungku, toel-toel, rambutku diselipin ke belakang telinga, pas nonton mepet-mepet. Gemes :')

---

Ketika kamu lelah, coba pikirkan berapa banyak usaha yang sudah kamu lalui untuk sampai sejauh ini.

BENER BANGET BOR!

Intinya.
Kalo sayang.. semarah apapun kamu, kamu akan selalu punya at least one thing yang bikin kamu kuat untuk bertahan, mengalah, bersabar, dan memaafkan.

---

Oiya, tanggal 26 Juni ini, mau setaunan. Semoga terus-terusan. Hehe. Maaf blog saya jadi blog rasa diary.

---

And one last thing..
If you know my boyfriend, just please tell him that I really love him this much.