Sabtu, 22 Juni 2013

So Please Stay.. (Part 2)

"Hahaha! Parah banget sih?! Tuh kaan, hahahahaha! Yaaang kok diem aja sih, kok gak ketawa? Yaang? Eh yaang? Yaaah tidur dia, pantesan aja gue kayak orang gila, ketawa sendiri.. Eh eh tuh kaan gila nih hahahaha! Duh yaudah deh gue kecilin dikit kali yaa.. Ahahahahaha..... Aduh kelakuan Mr. Bean tuh yaa gila! Hahaha.." Vena tak henti-hentinya tertawa menonton sosok Mr. Bean di layar kacanya. Adegan-adegan bodoh dari Rowan Atkinson itu sukses membuatnya tertawa keras sore itu. Takut pacarnya terbangun, Vena pun mengecilkan volume televisinya lagi.Tiba-tiba..
"Pssst! Vena! Ven! Sini bentar! Psst Ven!" sebuah suara setengah berbisik memanggilnya dari arah jendela di sebelah pintu depan. Vena menoleh ke jendela di belakangnya itu. Ada bayangan hitam di balik jendela. Ia pun membuka pintu, perlahan. Dan betapa kagetnya ia, ternyata sosok hitam itu adalah Irshad.
"Eh, Shad! Gila, bikin kaget aja lo.. Ada apaan? Gue lagi nonton nih, mau ikut?" Vena menawarkan masuk. Irshad menggeleng.
"Haduh.. Jadi gak nih?" tanya Irshad tiba-tiba. Vena kaget, wajahnya menyiratkan kebingungan.
"Hah? Jadi apaan deh, maksud lo?" tanya Vena polos. Irshad menghela nafas. Sifat pelupa Vena belum berubah...
"Jangan bilang lo lupa.. Ven, Ven, gak berubah dari dulu.."
"Apa sih? Gue gak tau deh beneran.. Ada ap...... Ya ampun! Jangan bilang kalo.... Ya ampun Irshad! Gue lupa banget, asli lupa! Iya iya iya jadi, jadi sip, tenang aja jadi kok, ya! Untung aja lo ngingetin gue.. Yaudah gue siap-siap dulu yaa," kata Vena meyakinkan Irshad. Irshad mengangguk, lalu beranjak keluar.
"Ya udah, gue nunggu di luar ya Ven," kata Irshad memberi tahu Vena.
"Iya, bentar ya. Gue juga harus bangunin pacar gue dulu nih.." jelas Vena. Irshad hanya menyahut 'Oke' tanpa menoleh lagi. Vena menghela nafas. Ia pun menghampiri sofa tempat Ramon tertidur. Dipegangnya bahu Ramon. Digoyang-goyangkannya.
"Yaaang..... Yaaanggg bangun...." ucap Vena, mencoba membangunkan pacarnya. Ramon hanya mendengus kesal, tak suka tidurnya diganggu. Vena mencoba lagi. Setelah mencoba berkali-kali, Ramon bangun dengan enggan.
"Apa sih?" tanya Ramon agak ketus.
"Ini idah jam 4, kamu bukannya mau latihan band ya? Nah lho, masa vokalis telat sih.. Malu dong," kata Vena sambil tersenyum, manis sekali. Ramon langsung sadar sepenuhnya dari rasa kantuk. Ia langsung duduk tegak.
"Oh iya! Ya ampun... Bentar deh, kamu liat handphone aku gak?" tanya Ramon sambil sibuk merogoh sakunya. Vena mengulurkan handphone Ramon yang tadi sempat dipungutnya saat terjatuh dari kantung jeans Ramon ketika ia tertidur.
"Nih.. Ada 4 unread SMS.." kata Vena. Ramon meraih handphone-nya dan langsung membaca SMS-SMS tersebut. Ia pun menepuk keningnya.
"Ah gilaa! Anak-anak udah pada nungguin aku di studio! Aduh mampus nih, yaudah deh kamu siap-siap gih cepetan," kata Ramon tiba-tiba, nada suaranya meninggi dan memaksa. Vena kaget. Sangat kaget.
"Hah? Maksudnya gimana?" tanyanya, meyakinkan pendengarannya.
"Ya kamu ikut sama aku!"
"Tapi... Tapi aku gak bisa yaaanggg..."
"Hah?"
"Aku udah keburu janji sama Irshad, mau cari kado buat tante Retha, mamanya dia.."
"Irshad?" tanya Ramon, raut wajahnya panas.
"Iyaa, dia juga udah siap-siap, tinggal nunggu aku doang, ya udah kamu berangkat sendiri aja yaa....."
"Kamu tuh, aku  bosen denger nama Irshad terus!" bentak Ramon.
"Ya ampun, kamu kenapa sih.."
"Kamu yang kenapa?! Kamu kenapa sih, apa-apa selalu Irshad?" kata Ramon, setengah berteriak. Vena buru-buru menahan dan mencoba menenangkan Ramon.
"Ya tenang dulu dong, jangan kencang-kencang ntar Irshad denger, malu dong.."
"Ya biarin lah! Biar dia tahu! Kamu kan pacar aku Ven!" teriak Ramon, kali ini lebih keras dari sebelumnya.
"Iyaa, tapi kan Irshad itu sahabat aku yaannggg.."
"Aku gak mau tahu, pokoknya kamu gak boleh pergi sama dia. Sekarang kamu siap-siap, kita pergi sekarang."
"Gini Mon, aku udah janji sama Irshad, sekarang kalo misalnya tiba-tiba aku batalin, ya gak enak dong, terus mau alasan apa coba, aku tuh udah say 'Yes', udah bilang iya!" Kesabaran Vena mulai menipis. Ia mulai muak dengan semua kekonyolan ini, dengan Ramon yang terlalu over menjaganya.
"Ya bilang aja kamu nemenin aku! Apa susahnya bilang? Mau sampai kapan sih kita kayak begini terus?" Ramon mulai putus asa.
"Jangan mulai ya Mon! Aku tuh capek gini terus, aku cuma mau nyari kado, udah itu doang! Kenapa kamu protective banget sih?" Vena berusaha mati-matian menahan buliran air mata yang mulai mengambang di pelupuk matanya. Mereka terdiam. Hanyut dalam pikiran masing-masing. Lama, hanya ada isakan pelan Vena. Akhirnya, Ramon angkat bicara.
"Aku mulai males sama kamu, Ven."
"Hah? Maksud kamu apa, ngomong kayak begitu?" Vena masih tak yakin dengan pendengarannya tadi. Ramon mencoba menjelaskan.
"Kamu lebih mentingin dia daripada aku. Aku udah prioritasin kamu, tapi kamu malah jadiin aku sebagai pilihan. Kamu bikin aku jadi orang kedua, setelah Irshad jadi orang pertama di hidup kamu. Giliran dia gak ada, kamu nyariin aku. Aku capek, Ven!"
"Ya terus sekarang mau kamu apa?" Vena bertanya, air mulai berjatuhan dari sudut mata indahnya. Perlahan, Ramon meraih kedua tangannya. Menatap mata Vena, dalam namun tajam.
"Kamu jangan pergi sama dia. Aku gak suka....." kata Ramon pelan. Sesaat mereka saling menatap. Namun, ketukan di pintu membuyarkan tatapan itu.
"Ven, udah siap belum? Ntar kemaleman, tokonya keburu tutup.. Eh Mon, hai.." kata Irshad sembari menyapa Ramon. Ramon langsung menyambar, saat itu juga.
"Shad, sorry nih, tapi Vena gak bisa nemenin lo pergi, dia mau nemenin gue latihan. Gak papa kan? Gak ada masalah kan buat lo?" tanya Ramon. Nadanya sinis. Vena berusaha berbicara, namun ditahan Ramon. Genggaman Ramon di tangannya semakin kuat, membuatnya takut. Irshad hanya bisa mengangguk.
"Oh... Kirain bisa lo, Ven, kan kemaren lo bilang bisa... Ya udah, it's okay, gue cari sendiri aja," kata Irshad pelan, sambil tersenyum, namun senyuman yang membuat hati Vena perih melihatnya.
"Tuh, kamu denger kan Ven? Dia sendiri yang bilang, udah sekarang kamu beres-beres sana," kata Ramon. Irshad mulai berbalik.
"Ya udah, makasih ya," ucap Irshad tanpa ekspresi. Vena menangis.
"Shad..." panggil Vena lirih, namun Irshad terus berjalan menjauh, dan Ramon menahannya.
Sejak saat itu, Vena dan Irshad jarang berbicara satu sama lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar