Sabtu, 22 Juni 2013

So Please Stay.. (Part 1)

Tok tok tok! Tok tok tok!
Ketukan pintu yang cukup keras di Sabtu pagi itu sukses membangunkan Vena yang masih bersembunyi di balik selimut di sofa. Tak lama, terdengar suara seseorang di kejauhan.
"Veeen.. Venaa, bagi shampoo sama sabun dong! Woy kebo bangun dong! Bagi sabun gue mau mandi niih.. Veeen sabun sama shampoo gue abis, gue mau minta dikit ajaa..! Oi bangun, kebo amat siiih! Telat ke kampus nih gueee!" kata si pemilik suara tersebut di balik pintu depan kamar kost Vena.
"Irshad? Mau ngapain deh jam segini udah gedor-gedor kost-an gue," omel Vena sambil berjalan ke arah pintu. Setengah malas, Vena membuka pintu.
"Duuh, elo tuh yaa, kebiasaan banget kalo ngetok pintu ribut banget! Bisa gak sih rada sopan dikit?" kata Vena, sedikit kesal.
"Minta sabun sama shampoo dong, ini telat nih, cepetan gue mau cabut, buru-buru banget nih Ven! Nih nih cium deh, udah bau banget kan guee," pinta Irshad sambil menghambur masuk ke kost-an Vena.
"Tuh, tuh kan, tuh kan! Malesin lo Shad! Jangan deket-deket gue! Yaudah bentar, gue ambilin.." Vena pun berjalan ke arah lemari di sudut ruangan, tempat ia menyimpan semua barang pribadinya.
"Ini tuh sabun sama shampoo khusus cewek tau.." kata Vena sambil mengoprek lemarinya.
"Ya gak papa, biar gue wangi, wangi cewek gitu.."
"Ih dasar lo yaa! Yaudah nih, jangan lo abisin dan jangan lo minum!" kata Vena sembari menyodorkan botol berisi sabun cair dan shampoo.
"Hahaha, gila aja lo, masa gue minum! Eh Ven, ntar sore temenin gue dong belanja bulanan, kayak sabun gitu, shampoo, makanan, minum, snack, semacam itu laaah..."
"Yaah Irshad, gue gak bisa, gue mau pergi sama Ramon.."
"Oh.. Yaudah deh." kata Irshad, dan tanpa ia sendiri sadari, air mukanya berubah kusut.
"Dih, kenapa lo? Muka nya sok serius amat.." tanya Vena sembari menatap wajah Irshad.
"Cukup tau deh," kata Irshad dingin.
"Ih.. Kenapa juga coba?" tanya Vena, sangat penasaran.
"Pacaran melulu sekarang nih.. Giliran berantem aja, nyariin gue, nangis-nangis ke gue.."
"Hei hei.. Ngomong apa lo tadi? Ih dasar banget lo.. Hahaha.."
"Iyaa, kalo lagi berantem baru nyariin gue.."
"Hahaha! Ada orangnya loh.. Yaaangg, sayaaang!" panggil Vena, sambil masuk ke dapur, lalu menarik seseorang keluar dari sana.
"Nih yaang masa kata Irshad aku pacaran melulu sama kamu.. Hehehe.." kata Vena, pura-pura mengadu pada pacarnya, Ramon.
"Eh, hei Shad.." sapa Ramon, agak malas menyapa.
"Eh.. Hai, hehe.. Apa kabar lo?" tanya Irshad.
"Baik, baik kok.." jawab Irshad sekenanya. Vena pun mencoba menjelaskan rencananya nanti sore dengan Ramon.
"Heh Shad, jadi ntar sore tuh gue mau pergi sama Ramon, gue mau main sama dia terus makan, jadi mendingan lo minta temenin sama siapa kek gitu.. Lo tuh yaa, masa apa-apa mesti gue sih yang ngurusin, dari kita masih kecil sampe sekarang lo udah berkumis tipis gini, masih ajaa harus bareng gue.." jelas Vena panjang lebar. Irshad, tanpa diberi aba-aba langsung menyahut pamit.
"Yaudah deh, gampang, yaudah makasih nih sabun sama shampoonya, bye Ven, Mon," sahut Irshad sembari keluar dari kamar kost Vena. Tak lama setelah pintu ditutup, suasana menjadi sunyi.
"Vena.." Ramon angkat bicara.
"Iya, kenapa yaaang? Muka kamu serius banget deh.." tanya Vena, memperhatikan raut wajah Ramon yang mulai berubah serius.
"Aku harus bilang berapa kali sih, Ven?"
"Apaan sih Mon..?"
"Kamu kapan pindah dari sini?" tanya Ramon, nada suaranya mulai terdengar keras.
"Umm.. Emang menurut kamu aku harus banget pindah ya?" jawab Vena agak enggan, ia agak takut mendengar nada suara pacarnya.
"Ya gimana ya, aku gak suka aja gitu, kamu tinggal di sini."
"Maksudnya?"
 "Ya gimana ya ngomongnya, ya aku tau gitu kan, perasaan kamu dulu sama Irshad kaya apa, kaya gimana. Makanya aku tuh selalu khawatir sama hubungan kita, ya terutama sama dia. Apa-apa harus bareng kamu terus, apalagi.." Omongan panjang-lebar Ramon dipotong Vena.
"Sayang, sayang.. Gini ya, aku tuh sama Irshad udah sahabatan lama, sama bang Aga juga, udah kayak keluarga.. Kamu tau sendiri kan, orang tua aku udah percaya banget sama mereka," jelas Vena. Ramon hanya menatap Vena dalam. Ia menghela nafas.
"Nih yaa, aku tinggal di sini juga biar ada yang jagain. Kalau soal tadi itu ngapain kamu perpanjang? Aku kan sekarang udah sama kamu, udah ada kamu, udah gak ada rasa lagi sama Irshad, beneran deh sedikitpun gak ada, cuma buat kamu semuanya, sekarang cuma kamu.." Vena mengakhiri penjelasannya sambil mengangkat kedua jarinya. Lagi-lagi, Ramon menghela nafas.
"Kamu denger aku, Ven. Sekarang kan udah ada aku, aku bakal jagain kamu, dan aku tuh bener-bener gak suka kalau kamu tinggal deketan sama cowok, ya mau sahabat, mau saudara, aku gak suka. Apalagi lihat kedekatan kamu sama Irshad, gimana ya? Aku kesel liatnya.. Gitulah pokoknya, aku capek ngomongnya, capek ngejelasinnya," kata Ramon kesal. Vena bingung, harus merespon apa.
"Umm, ya kalau aku pindah, mau pindah kemana coba yaang? Kan susah cari kost-an.." Vena membela diri. Ramon menjawab cepat.
"Ya udah, ntar aku temenin cari kost-an, pokoknya kamu dengerin aja kata-kata aku, aku gak mau hubungan kita bermasalah cuma gara-gara dia, gara-gara Irshad. Oke?" kata Ramon setengah memaksa. Vena hanya mengangguk lemah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar