Sometimes
two people have to fall apart to realize how much they need to fall back
together.
Pangandaran,
8 Agustus 2012.
Di
hari inilah, aku menemukan seorang gadis di pantai dalam keadaan yang sangat
parah. Kurasa ia terseret arus. Pelipisnya mengeluarkan darah cukup banyak.
Hampir sekujur tubuhnya lebam. Aku segera membawanya ke klinik terdekat. Dokter
menanganinya cukup lama. Ia koma. Koma untuk waktu yang cukup lama. Setelah 9
hari aku menunggui dia, akhirnya dia tersadar. Sayangnya, dia tak ingat
apa-apa. Dia tidak ingat siapa namanya, di mana rumahnya, dan apa yang sedang
dia lakukan di pantai saat kecelakaan itu terjadi. Tak ada yang dia ingat. Dia
amnesia total. Dokter bilang, gadis itu bisa memulihkan kembali memorinya,
namun membutuhkan waktu yang lama. Aku kasihan pada nya. Aku tak tega melihat
raut wajahnya yang kebingungan. Akhirnya, aku mengajaknya untuk tinggal di
rumahku, bersamaku. Hari-hariku kuhabiskan dengan berusaha membantu gadis itu
mengembalikan ingatannya, namun hasilnya sama saja dari hari ke hari. Dia tak
ingat barang satu hal pun dari masa lalu nya. Tapi.. aku merasa ada sesuatu
yang aneh terjadi padaku. Pada perasaanku. Pada hatiku. Lama-kelamaan aku jatuh
cinta pada gadis itu, begitu juga sebaliknya. Hal ini membuat aku malah
berharap yang sebaliknya, aku berharap ingatan gadis itu tidak akan dan tidak
pernah kembali lagi. Karena aku mencintainya dan tak mau kehilangan dia.
-----
Pangandaran, 26 Oktober 2012.
Aku dan gadis yang kucintai sedang duduk
di tepi pantai. Aku
masih berusaha membantunya untuk mengingat kembali masa lalunya, meskipun yang
kuharapkan adalah agar ia tidak bisa mengingat apapun. Kulirik ke samping. Dia
sedang melamun.. apa jangan-jangan dia mulai ingat ya..
“Ren.. kenapa bengong?” tanyaku ingin
tahu. Ia tersadar lalu tersenyum lembut padaku.
“Nggak apa-apa Tang, enak aja di sini,
ngeliat pantai rasanya jadi nyaman..”
“Ren.. di pantai ini aku nemuin kamu..”
ucapku pelan.
“Iya, aku tau kok, hehe, kamu udah
bilang berkali-kali..” sahut Renata sambil tersenyum manis.
“Iya.. waktu itu aku mau nenangin
pikiran, sekalian hunting foto.. eh yang aku temuin malah badan mengambang,”
lanjutku sambil menerawang, mengulang kejadian yang sudah kuceritakan
beratus-ratus kali padanya. Ia tertawa kecil.
“Hahaha, eh kamu takut gak sih waktu
nemuin badanku ngambang begitu?” tanyanya padaku. Aku tersenyum kecil.
“Ya iyalah, aku kaget banget. Malahan
tadinya aku gak mau megang kamu, nyamperin badanmu aja aku nggak mau.. aku
pikir kamu itu udah jadi mayat.”
“Ya terus kenapa kamu akhirnya nolongin
aku? Katanya takut..” tanya Renata bingung. Aku menatapnya dalam.
“Waktu aku ngeliat muka kamu, aku
ngerasa gak asing..” jawabku pelan. Wajahnya terlihat semakin jenaka saat ia
kebingungan seperti itu. Ah, betapa aku mencintai gadis ini..
“Familiar gimana sih? Emang kita pernah
ketemu? Dimana? Kok aku gak dikasih tau dari dulu..”
“Hmm.. jadi gini, dulu tuh aku sering
banget mimpi, ada bidadari yang datang dari surga nyamperin aku. Nah muka kamu
tuh mirip banget sama bidadari di mimpi aku itu..” jawabku asal. Renata
menggodaku.
“Duh.. jadi aku bidadari nih? Bidadari
yang turun dari surga? Hehehe..” katanya sambil tersenyum. Aku tertawa.
“Hahaha, udah ah! Kita jadi ngomong
ngelantur, gak jelas ke mana arahnya! Nah sekarang kamu udah inget sesuatu
belum?” aku mencoba bertanya lagi. Renata hanya menggeleng polos.
“Nothing, gak inget apa-apa nih Tang.”
“Yaah, jadi yang ada di pikiran kamu itu
apa siih..” tanyaku mulai putus asa. Renata terseyum jenaka.
“Bintang. Aku cuma mikirin cowok yang
namanya Bintang.”
“Loh kok aku sih.. dasar, udah ah! Nih
ya, sekarang serius! Coba kamu fokus deh, kamu fokus.. konsentrasi dan sekarang
tutup mata kamu.. merem loh ya jangan ngintip!” aku berujar ke telinganya
sambil memegang kedua tangannya lalu menutup matanya sendiri.
“Iya, udah, nih aku gak ngintip..
terus?”
“Kamu tarik nafas panjang.. terus buang.
Nah, iya, kayak gitu. Sekarang kamu rileks.. santai.. lemesin semua badan
kamu..”
“Nih aku lemesin..”
“Yap, kayak gitu. Terus sekarang kamu dengerin
suara pantai ini.. sambil tetep harus fokus dan konsentrasi. Dengerin
baik-baik.. suara debur ombaknya.. suara burung-burung camar.. desau angin di
sekitar kamu.. suara gesekan dedaunan.. dengerin sambil tetep fokus dan
rileks.. nah sekarang, sambil tetep tutup mata, apa yang kamu lihat, bilang
sama aku.”
“Aku lihat.. cowok..” ujar Renata pelan.
Aku kaget. Aku takut kalau-kalau dia mulai ingat semuanya tentang dirinya di
masa lalu..
“Cowok? Kayak gimana?” aku mencoba
bertanya.
“Iya.. cowok.. tatapan matanya hangat..
rambutnya agak cepak.. bibirnya sedikit tipis.. sukanya merokok..”
“Ah itu mah aku Ren..” kataku pelan sambil diam-diam tersenyum. Ah, aku
sudah gemetaran tadi.
“Hahahahahahahaha...” Renata tertawa
lebar. Aku kembali mengarahkan dia.
“Fokus dong Renata.. kamu pingin ingatan
kamu balik lagi gak sih? Ayo dong..” bujukku padanya.
“Nggak! Aku gak minta ingatanku untuk
kembali lagi. Aku udah seneng begini.. buat aku udah cukup, udah ada kamu yang
selalu jadi penghangat hidup aku. Kenapa sih kamu selalu memaksa aku buat
inget-inget lagi masa lalu aku? Aku yang lupa aja gak mau tau, tapi kenapa
malah kamu yang maksa aku.. aku lupa, aku gak inget semuanya, Tang, but it’s
fine. Aku gak peduli masa lalu aku,” jelas Renata panjang lebar. Aku menghela
nafas.
“Tapi Ren, kamu harus tetep inget. Kamu gak boleh ngebuang semua itu begitu aja.. nama Renata aja aku yang kasih kan? Masa kamu gak mau tau sih kamu itu dulu siapa? Siapa tahu hidup kamu itu ternyata dulunya bahagia dan menyenangkan, cuma gak sengaja aja hanyut sampai ke Pangandaran,” tanyaku bertubi-tubi padanya. Renata menggeleng.
“Emang kamu bisa dan berani jamin kalau hidup aku dulu bahagia? Siapa tau aja dulu tuh aku emang lagi depresi, terus aku sengaja dateng ke Pangandaran dan aku bunuh diri di sini, tapi kamu selametin!” jawab Renata menyampaikan argumennya. Aku mulai putus asa.
“Tapi Ren, kamu harus tetep inget. Kamu gak boleh ngebuang semua itu begitu aja.. nama Renata aja aku yang kasih kan? Masa kamu gak mau tau sih kamu itu dulu siapa? Siapa tahu hidup kamu itu ternyata dulunya bahagia dan menyenangkan, cuma gak sengaja aja hanyut sampai ke Pangandaran,” tanyaku bertubi-tubi padanya. Renata menggeleng.
“Emang kamu bisa dan berani jamin kalau hidup aku dulu bahagia? Siapa tau aja dulu tuh aku emang lagi depresi, terus aku sengaja dateng ke Pangandaran dan aku bunuh diri di sini, tapi kamu selametin!” jawab Renata menyampaikan argumennya. Aku mulai putus asa.
“Ya udah, udah. Terus sekarang mau kamu
apa?” tanyaku pelan.
“Aku.. mau kita begini terus, Bintang.
Aku udah bahagia dengan hidup aku yang begini, yang sama kamu. Emangnya kenapa
sih? Kamu gak bahagia ya?” tanya Renata sedih.
“Gimana ya Ren.. menurut aku, kamu harus
tetep tau, siapa kamu, kalau kamu punya keluarga kan kasihan mereka, pasti
mereka khawatir banget sama kamu Ren..” jawabku sembari melihat jauh ke tengah pantai.
Renata menggeleng.
“Tang.. udah hampir dua bulan aku di
sini.. kamu yang nemuin aku sekarat di pantai ini, kamu yang bawa aku ke
dokter, kamu yang ngerawat dan ngejagain aku selama ini. Dan mana? Selama itu
juga, gak ada orang yang nyariin aku kan? Pangandaran gak luas, Tang. Harusnya,
kalau emang mereka khawatir, mereka pasti udah nemuin aku, udah bawa aku pulang
sekarang..”
“Nggak Ren, Renata, liat aku, kamu harus bisa inget.. kita
coba sekali lagi ya.. coba kamu merem… fokus sekali lagi.. tutup mata kamu..
tenang..” ucapku perlahan-lahan. Tapi Renata memberontak.
“Nggak mau ah, capek! Cukup Tang aku gak suka!”
“Nggak mau ah, capek! Cukup Tang aku gak suka!”
“Ayo
dong. Sekarang kamu merem.. yuk pegang tangan aku, nih ya sekarang kamu coba
rasain dan inget sesuatu.. pasti ada kan? Ada yang muncul kan Ren?” tanpa sadar
aku kembali memaksa Renata. Renata membuka matanya.
“Malu
ah.. abis kamu nya ngeliatin aku kayak gitu..” ucapnya manja. Aku pun menutup
mataku.
“Yaudah,
nih aku juga merem ya.. kamu merem.”
“Oke,
tapi kamu gak boleh ngintip ya! Janji!” kata Renata terdengar bersemangat. Aku
mengangguk saja.
“Oke,
sekarang kita sama-sama merem, kamu coba fokusin pikiran kamu.." Dan
tiba-tiba, sebuah ciuman mendarat di pipiku. Hangat dan menenangkan.
“Aku
gak bisa inget apa-apa, Bintang. Karena yang aku inget itu cuma kamu. Kamu dan
kamu.”
-----
Pangandaran,
8 Agustus 2013.
Hari
ini aku pulang larut malam, pekerjaanku hari ini sangat padat, aku sibuk
seharian. Renata hanya menungguku dengan sabar di rumah. Aku pulang denga
perasaan penat dan letih, tapi juga senang karena ada Renata yang menungguku.
Dia penyemangat hidupku. Dia lah alasanku untuk tetap semangat menjalani hidup,
hanya dia.
“Reeen?
Renataaa.. Reen kamu dimanaa?” tanyaku setengah berteriak saat memasuk rumah.
Tak lama, dia datang berlari pelan menghampiriku, sambil manghambur ke
pelukanku.
“Bintaaang
kamu kemana aja sih kok pulangnya lama banget.. aku khawatir tau..” jelasnya
dengan raut muka sedih yang dibuat-buat. Aku tersenyum lelah sambil
menghempaskan tubuh di sofa.
“Ya
maaf dong sayang, tadi sibuk banget hunting foto disana-sini..”
“Aku
kan kangeeen, kamu gak ngerti ya..” ujarnya sambil pura-pura cemberut.
“Aku
juga kangen banget tau..” jawabku sambil tersenyum.
“Tapi
aku kangen duluan, jadi aku lebih kangen sama kamu! Hahaha..” kata Renata
manja.
“Aku
duluan tau, tapi aku ngonongnya dalam hati.. Hahaha,” balasku.
“Ah
bohooooooooooong!”
“Ah
enggak sueeeer deh! Hahaha, beneran kok sayang, ini bunga buat kamu..” kataku
sambil menyerahkan sebuket bunga mawar merah padanya.
“Awas
kena duri ya, nanti kamu berdarah, aku gak mau kamu sakit,” omelku.
“Aaah
bagus banget sayang.. kok tumben sih.. makasih banget yaa..” kata Renata manja
sambil mencium pipiku.
“Soalnya..
hari ini hari yang spesial banget.”
“Spesial
kenapa? Emang ada apa?” tanya Renata bingung. Aku menatapnya dalam.
“Hmm,
coba kamu inget-inget lagi deh.. oh iya, ini, aku beliin kue buat kamu, aku
bawa blackforest nih kamu pasti mau kaan..”
“Aaah
suka! Suka bangeeeeeeet makasih banget Tang.. tapi kok ada tulisan Happy
Birthday nya? Emang siapa yang ulang tahun? Kamu?” tanyanya ingin tahu. Ia
memiringkan wajahnya padaku. Aku tersenyum.
“Kamu.”
“Hah?
Aku? Tapi kan..”
“Iya,
kamu kan nggak pernah inget kamu siapa, kapan ulang tahun kamu.. jadi aku pakai
tanggal ini, tanggal setahun setelah aku nemuin kamu di pantai sebagai hari
ulang tahun kamu, gak apa-apa kaan?”
“Beneran
nih? Aaaah aku seneeeng banget.. terus sekarang umur aku berapa dong?” tanyanya
lugu. Aku berpikir sejenak.
“Hmm,
umur aku kan 23. Berarti kamu harus lebih muda dari aku.. gimana kalo 22 aja?”
aku menawarkan padanya.
“22?
Uuuuummm boleh deh! Kalau gitu hari ini jadi ulang tahun aku yang ke dua puluh
dua! Yeaaay aku seneng bangetttt..”
“Aku
seneng deh liat kamu bahagia gitu.. nah sekarang aku nyalain lilin nih. Sebelum
kamu tiup, kamu merem dulu, dalam hati kamu make a wish ya..”
“Oke..
aku merem nih ya.. aku make a wish nih ya..” jawab Renata sambil menutup kedua
matanya.
“Udah
belum? Lama banget make a wish nya..” tanyaku setelah sekitar 4 menit dia diam.
“Belooom!”
“Lama amat sih..”
“Wishes aku ada banyaaak banget jadi lama hehehe..” jawab Renata. Wajahnya manis sekali. Aku mendekati nya dan kucium keningnya lembut.
“Aku sayang kamu, Ren..” aku berbisik pelan.
“Lama amat sih..”
“Wishes aku ada banyaaak banget jadi lama hehehe..” jawab Renata. Wajahnya manis sekali. Aku mendekati nya dan kucium keningnya lembut.
“Aku sayang kamu, Ren..” aku berbisik pelan.
“Ya
Tuhan, semoga tahun ini, tahun dan tahun-tahun selanjutnya aku selalu bisa sama
Bintang..”
“Ehh
eh kok wish nya diucapin, kok dikasih tau sih?” aku bingung. Renata tersenyum.
“Iya
aku sengaja, gak apa-apa biar kamu bisa aminin..”
“Yaah
kalau make a wish ketauan sama orang lain, bisa-bisa gak kekabul loh!” ancamku
berbohong padanya.
“Waaah
masa sih? Aaaaah gimana dongg huhu..”
“Hahahaha
aku bohong.. segitu takutnya ya gak sama aku lagi?” tanyaku iseng.
“Ah
dasar kamu nyebelin. Ngeselin gak asik ah.” Aku tersenyum lalu mencium pipi
Renata.
“I
love you, Renata..”
“Love
you more, Bintang..”
-----
Pangandaran,
30 Oktober 2013.
Sudah
lebih dari satu tahun aku menjalani hidupku dengan Renata. Walaupun dia tidak
bisa mengingat masa lalunya, tapi sekarang dia punya memori baru bersamaku.
Sayangnya.. hari ini ada sepasang orang tua yang datang menemuiku di pantai
saat aku sedang mencari objek foto. Mereka bilang, mereka orang tua Renata.
Mereka akhirnya menemukan jejak Renata yang hilang setahun yang lalu, setelah
mengumpulkan informasi dari mana-mana. Saat aku membawa orang tua Renata ke
rumahku, dan mereka bertemu.. secara perlahan dan otomatis, ingatan Renata
kembali. Ingatannya mulai pulih.. ia mulai tahu masa lalunya seperti apa.
Akhirnya, orang tua Renata meminta tolong padaku agar membantu Renata mempersiapkan
kepulangannya hari itu juga. Aku hanya meng-iya-kan, walaupun hatiku sangat
pedih, karena hal yang selama ini kutakutkan akhirnya terjadi. Cintaku akan
pergi meninggalkan sebelah hatinya disini, terluka parah..
“Ren..
udah rapi semuanya?” tanyaku mencoba membantunya membereskan barang bawaannya.
“Udah Bintang.. udah siap kok.. udah rapid an udah beres semua, tinggal dimasukin aja ke mobil, terus pergi deh..” jawabnya sambil mengeluarkan tas nya dari kamar. Aku membantu mengangkat koper satunya.
“Udah Bintang.. udah siap kok.. udah rapid an udah beres semua, tinggal dimasukin aja ke mobil, terus pergi deh..” jawabnya sambil mengeluarkan tas nya dari kamar. Aku membantu mengangkat koper satunya.
“Mama
dan papa kamu di mana? Kok nggak keliatan lagi?” tanyaku, melongok
mencari-cari.
“Mereka
nunggu di bandara, katanya mau ngasih aku waktu buat say goodbye sama kamu..”
katanya pelan. Aku menghela nafas berat.
“Well..
mau berangkat sekarang aja, sayang?” tanyaku, pedih di dalam hati.
“Jangan panggil aku pake kata sayang.. bikin aku makin berat buat pergi jauh ninggalin kamu,” ucap Renata pelan. Air mata nya mengambang di pelupuk mata nya. Aku tak tahan. Aku tak mau dia menangis.
“Jangan panggil aku pake kata sayang.. bikin aku makin berat buat pergi jauh ninggalin kamu,” ucap Renata pelan. Air mata nya mengambang di pelupuk mata nya. Aku tak tahan. Aku tak mau dia menangis.
“Berat
itu buat orang yg ditinggalin.. aku masih disini, di tempat yang sama. Di tempat
cerita kita dimulai dan berakhir, Ren..” Renata lalu terisak pelan. Ia
menatapku dengan matanya yang berair.
“Tang..
kalau aku boleh milih.. aku rela Tang. Aku rela.. aku gak apa-apa kalau
keluarga aku nggak nemuin aku.. aku lebih suka di sini sama kamu.. aku rela
ingetan aku gak balik asal bisa sama kamu.. aku gak peduli siapa aku
sebenernya, aku gak mau jadi diri aku yang asli, aku mau kita selalu bareng,
aku.. aku gak bisa kalau gak sama kamu..”
“Dulu,
aku selalu berusaha, biar ingatan kamu balik.. biar kamu bisa tau siapa kamu, dari
mana kamu, kamu kenapa bisa sampai di sini, siapa keluarga kamu.. tapi sekarang
semuanya udah ada Ren, udah di depan mata kita, semua udah terpampang nyata dan
kita udah gak bisa nolak.. kamu harus terima keadaan, harus terima realita..
keluarga kamu udah nemuin kamu, udah datang ke sini nyariin kamu.. sekarang
ingatan kamu udah balik, keluarga kamu datang, kamu udah tau semuanya tentang
masa lalu kamu, tapi malah gini jadinya.. harusnya aku seneng.. maaf Ren.. maaf
karena aku sedih.. maaf ya.. sekarang kamu kuat.. aku mau Renata yang kuat!
Renata yang selalu jadi penyemangat hidup aku.. yang jadi alasan aku untuk
terus bertahan hidup, untuk gak putus asa.. kamu pasti bisa tanpa aku, pasti!
Percaya sama aku Ren..”
“Pas
ketemu mereka, aku sadar Tang, aku inget semuanya, mama, papa, pacar aku..
semuanya. Aku jadi sadar selama ini aku gak pernah mau nginget tentang mereka
itu karena ada kamu Bintang.. karena kenyamanan aku sama kamu.. sekarang,
ngeliat kita yang jadi begini, aku berharap ingatan aku gak akan pernah balik
lagi..”
“Apapun
yg terjadi di depan kamu.. aku yakin kamu pasti kuat ngadepinnya.. kamu harus
bahagia Ren, harus. Sama keluarga kamu.. sama pacar kamu.. yang asli.”
“Tapi yang aku tau, pacar aku itu kamu. Bukan dia. Kamu tau rasanya kan Tang.. kita sama-sama saling sayang, tapi nggak bisa bareng, gak bisa nyatu? Sakit Bintang..”
“Tapi yang aku tau, pacar aku itu kamu. Bukan dia. Kamu tau rasanya kan Tang.. kita sama-sama saling sayang, tapi nggak bisa bareng, gak bisa nyatu? Sakit Bintang..”
“Lebih
baik abis ini kita jangan pernah berhubungan.. cuma bikin kita berdua tambah
sakit..” jawabku pelan.
“Bintaaaang..
aku gak bisa.. aku sayang banget sama kamu..”
“Udah..
udah ya.. jangan nangis lagi. Udah cukup. Yuk aku anter.”
“Udah
nggak usah.. biar aku sama supir aja.. tolong jangan ikut.. kalau kamu ikut aku
gak akan pernah bisa… ninggalin kamu, Tang..”
“Ya
udah.. oke, berangkat sana.. sebentar lagi pesawat kamu boarding. Nanti
telat.."
“
Oke.. boleh aku peluk? For the last time..”
“Sure..”
Aku memeluknya sangat erat. Aku tak mau kehilangan dia.. tidak. Tapi aku bisa
apa? Bukan hak ku untuk memisahkan orang tua dengan anaknya.. itu sangat kejam.
“Baik-baik
ya disana..”
“Iya.. kamu juga baik-baik di sini.. jangan kebanyakan ngerokok..”
“Iya.. kamu juga baik-baik di sini.. jangan kebanyakan ngerokok..”
“Janji
dulu sama aku, kalau di sana, kamu bakal bahagia.. apapun yang terjadi.. tanpa
aku..”
“Iya..
aku janji.. karena aku bahagia asal kamu bahagia.. karena aku sayang banget
sama kamu Tang..” katanya pelan. Lalu ia menciumku lama, lama sekali.
Seakan-akan kami tak akan bertemu lagi. Seakan-akan, ini jam-jam terakhir
kami..
“Love you..”
“Love you more.. take care Ren..” kataku di saat terakhir itu.
“Love you..”
“Love you more.. take care Ren..” kataku di saat terakhir itu.
Dan
dia pun berlalu. Pergi. Jauh.
-----
Pangandaran,
31 Desember 2013, pukul 11.50.
Aku
sedang berjalan sendirian, menyusuri pantai yang sudah lama menjadi rumah
bagiku di saat kepenatan dunia menyerangku. Aku berjalan dalam diam. Membiarkan
pasir-pasir masuk melalui celah-celah jari kakiku Membiarkan debur ombak kecil
membasahi telapaknya. Membiarkan semilir angin menusuk hingga ke tulangku.
Membiarkan semua kenangan itu dicuci bersih dari hati dan pikiranku.. Renata..
“Bintaaang!”
suara itu… mungkinkah? Aku menoleh.
“Reen? Renataa? Ini.. beneran kamu?” tanyaku setengah tak percaya.
“Reen? Renataa? Ini.. beneran kamu?” tanyaku setengah tak percaya.
“Tuh
kan bener, dari belakang aku udah tau kalo itu kamu..” katanya sambil tersenyum
lebar.
“Gimana kamu? Sehat? Sama siapa ke sini?” tanyaku bertubi-tubi padanya. Bagaimana tidak, aku sangat rindu padanya!
“Gimana kamu? Sehat? Sama siapa ke sini?” tanyaku bertubi-tubi padanya. Bagaimana tidak, aku sangat rindu padanya!
“Aku
sama keluarga aku.. eh gimana kerjaan kamu? Lancar? Orderan foto masih banyak?”
“Oh masih dong.. hehe. Makin banyak kok. Kamu apa kabar.. aduh aku kaget banget liat kamu di sini.. gak tahu lagi mau ngomong apa.. udah kesenengan duluan..”
“Hehehe samaaa! Dari pas tadi aku liat punggung kamu aku udah seneeeng banget!”
“Oh masih dong.. hehe. Makin banyak kok. Kamu apa kabar.. aduh aku kaget banget liat kamu di sini.. gak tahu lagi mau ngomong apa.. udah kesenengan duluan..”
“Hehehe samaaa! Dari pas tadi aku liat punggung kamu aku udah seneeeng banget!”
“Hahaha
dasaaar, sekarang kamu kerja apa?”
“Aku
berkali-kali dapat tawaran buat kerja di Pangandaran, tapi selalu aku tolak..
aku takut keinget kamu lagi, Tang..”
“Segitunya ya..”
“Segitunya ya..”
“Iyaa!
Ini pertama kali nya aku berani nginjekin kaki aku lagi di pasir pantai
Pangandaran, dan aku udah mulai bisa terima kenyataan dan realita kalau aku
sama kamu harus pisah dan emang gak bisa nyatu..”
“Kamu
ke sini buat liburan sama keluarga kamu?” tanya ku pelan. Renata menggeleng.
“Nggak
cuma itu kok.. aku juga ke sini buat tunangan.. oh iya Tang, kamu mau gak jadi
fotografer di acara pertunangan aku nanti?” tanya Renata perlahan-lahan. Aku
terdiam sejenak. Aku harus sadar.. aku harus terima kenyataan yang sudah ada di
depan mataku! Aku harus melupakan Renata..
“Iya, boleh deh. Tapi nanti aku ajak fotografer lain ya?”
“Iya, boleh deh. Tapi nanti aku ajak fotografer lain ya?”
“Boleh..”
“Iya, dia pacar aku yang baru.. aku sekarang udah mulai nyoba untuk mencintai orang lain, seperti saat aku mencintai kamu dulu..”
“Aku pegang janji aku ke kamu kan Tang? Aku pasti bakal bahagia.. karena sekarang aku bahagiaaa banget ngeliat kamu udah punya pasangan baru.. kamu udah punya kebahagiaan kamu.. buat aku, kamu bahagia udah cukup..”
“Aku.. aku juga bahagia liat kamu bahagia, Ren.. langgeng ya sama pacar kamu..”
“Iya, dia pacar aku yang baru.. aku sekarang udah mulai nyoba untuk mencintai orang lain, seperti saat aku mencintai kamu dulu..”
“Aku pegang janji aku ke kamu kan Tang? Aku pasti bakal bahagia.. karena sekarang aku bahagiaaa banget ngeliat kamu udah punya pasangan baru.. kamu udah punya kebahagiaan kamu.. buat aku, kamu bahagia udah cukup..”
“Aku.. aku juga bahagia liat kamu bahagia, Ren.. langgeng ya sama pacar kamu..”
“Iya..
makasih.. kamu juga ya! Jangan bikin aku sedih..”
“Eh Ren! Bentar..”
“Eh Ren! Bentar..”
“Iya?
Kenapa?”
“Nama asli kamu.. siapa?”
“Nama asli aku.. emang Renata, Bintang. Renata. Kamu tepat banget ngasih nama itu ke aku. Karena itu memang nama asli aku.. makasih banget buat semuanya ya, Tang.. karena kamu, aku udah bisa menghadapi kenyataan ini, aku mau mencoba menjalani hidup aku, aku mau ngejalanin apa yang ada di depan mata aku..”
“Makasih juga Ren.. cinta memang banyak bentuknya.. dan gak semuanya bisa bersatu.. kita gak bisa bersatu.. tapi setidaknya aku pernah ada di hati kamu, dan kamu pernah ada di hati aku, Renata.. thank you so much.”
“Nama asli kamu.. siapa?”
“Nama asli aku.. emang Renata, Bintang. Renata. Kamu tepat banget ngasih nama itu ke aku. Karena itu memang nama asli aku.. makasih banget buat semuanya ya, Tang.. karena kamu, aku udah bisa menghadapi kenyataan ini, aku mau mencoba menjalani hidup aku, aku mau ngejalanin apa yang ada di depan mata aku..”
“Makasih juga Ren.. cinta memang banyak bentuknya.. dan gak semuanya bisa bersatu.. kita gak bisa bersatu.. tapi setidaknya aku pernah ada di hati kamu, dan kamu pernah ada di hati aku, Renata.. thank you so much.”
“Eh.
Liat deh. Itu banyak fireworks.. udah tahun baru, Tang!”
“Gak
kerasa ya.. udah segini lamanya kita bareng..”
“Selamat
tahun baru, Tang.. kita sahabatan kan?”
“Selamat tahun baru, Ren.. kita sahabatan. Selamanya.”
“Selamat tahun baru, Ren.. kita sahabatan. Selamanya.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar