Biasanya, aku benci ketika Desember mulai merayap tiba. Benci harus melewati bab terakhir buku kehidupan dengan mengingat-ngingat kenangan pahit bersama dia yang hingga kini masih menyisakan luka. Benci harus melewati bab terakhir buku kehidupan dengan mengikhlaskan perasaan dan menukarnya bersama kehampaan yang nyata.
Lalu kamu hadir, di selipan halaman-halaman awal pada bab terakhir. Membawa sepercik kejutan di tiap pertemuan, yang selalu berefek pada datangnya kerinduan.
Menjadi alasanku tersenyum malu, walau kamu hanya menatap dalam bisu yang bercumbu.
Semua waktu yang kuhabiskan untuk kita berdua tak pernah tak membuatku berbahagia. Mulai dari pertemuan pertama yang tak sampai semenit, yang penuh dengan rasa bersalah darimu dan juga rasa kecewa dariku. Lalu pertemuan kedua yang begitu menggelikan, di beranda museum pendidikan tempat lenganmu membawa pulang hadiah luka dari cubitan isengku. Juga pertemuan ketiga, yang menjadi hari jadinya kita, tanpa ada pertanyaan, tetapi ada jawaban. Kemudian pertemuan selanjutnya yang begitu beragam, mulai dari bermanja-manja bersama kopi dan pelukan ala anak kucing, obrolan ringan bersama roti cokelat di Partere, muncul di depan rumahku karena alasan merindu sembari membawa Toblerone, hingga rencana menikmati musik jazz di Kamis senja yang berujung duduk di taman bersama hangatnya canda dan yang aku tahu, kita bahagia.
Tapi jika boleh aku berbagi cerita, sungguh, tiga Desember kemarin adalah anugerah. Mungkin bagimu malam itu hanya sekedar Sabtu malam yang biasa saja. Mungkin bagimu tak ada yang berbeda dari petualangan kita bersama. Tapi, sungguh, aku bahagia. Melihatmu makan dengan lahap di sebelahku sudah lebih dari cukup untuk membuatku tersenyum dalam keremangan cahaya. Bisa memelukmu erat di antara dinginnya udara Bandung malam sudah lebih dari cukup untuk membuat hatiku hangat. Mendengar senandung senangmu di atas motor sudah lebih dari cukup untuk membuat tidurku nyenyak di penghujung malam. Memegang tanganmu selama di jalan pulang sudah lebih dari cukup untuk membuatku berkata pada diri sendiri kalau kamu memang orang yang tepat.
Tak butuh waktu lama untukmu menjadi candu baru ku, yang semoga saja tak mesti kucari gantinya hingga penghujung umur menyanyi sendu. Doaku saat malam dan kantuk mulai merayap hanyalah kamu, agar kiranya tanpa rintangan yang pilu kebahagiaan selalu menyertai setiap derap langkahmu tanpa belenggu.
Terima kasih ya, untuk malam minggu tiga Desember rasa Dilan dan Milea nya!
Terima kasih telah memilih untuk menjadi orang yang selalu ada untukku.
Terima kasih telah menjadi laki-laki yang selalu berusaha membuat rinduku terobati hingga mereda, walaupun kamu seringkali jadi kesusahan karena manjanya aku.
Terima kasih telah mengubah cap hitamku terhadap Desember menjadi cap keemasan yang penuh dengan rasa syukur.
Jangan berubah jadi Dilan, ya. Tetap jadi Pablo yang aku sayang, yang selalu punya sejuta cara untuk membuatku tertawa lepas saking bahagianya, dan menangis terisak saking rindunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar